Selasa, 17 September 2013

Tumenggung Kakangmas Bendoro Lanting ( 5 )

Bagian kelima

~ desa parigi timur terletak lima kilo dari desa tambakboyo arah wetan.

Seorang pemuda yang lumayan tampan, bersiul-siul diriungan air terjun bertelanjang bulat tanpa peduli gigil menyengat.
Hati siapa yang tidak semeringah kalau hendak bertemu sang pujaan hati ?

Sambil berdendang diambilnya seikat daun kemangi dan meremas-remasnya lalu menggosokkan rambutnya yang sebahu itu. Ini pertama kalinya dia bermanja ria dan sedikit bersolek supaya sang pujaan hati makin
kesengsem padanya.

Tak hanya itu, si kuda pun ikut dibersihkan dan dimandikannya pada celung dibawah air terjun itu. Keruan saja, sang kuda berkulit putih bertotol hitam itu meringkik gemas.

~ ndasmu gelo pisan euy..~ mungkin itu yang dikatakan sang kuda bila bisa bicara.

Sepemanasan dupa kemudian, selesailah acara bersih-bersih itu. Aditia Sameangkala, pemuda itu lantas
mengibas-ngibaskan kepalanya kiri kanan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Badannya yang rada kerempeng itu terlihat lumayan berotot, maklumlah dia rajin berlatih dan ngeri dengan bentakan serta hempasan ranting pohon kering dari gurunya kalau malas.

Celana yang bermotif batik kasar itu agak kebesaran dengan badannya, namun dia tak peduli. Diikatnya pada pinggang dengan sehelai sabuk kain agar celana itu tak melorot. Maklumlah, itu celana milik ayahnya almarhum, juga beskap yang nampak masih terlipat di atas batu besar tersebut.

Tetapi si pemuda itu tampak senang dan bangga sementara sang kuda tak henti-hentinya bergerak dan meringkik kedinginan. Nyanyian yang terdengar dari mulut pemuda itu tak beraturan dan tampak asal nyeplak.

Dia tak peduli. Dia sedang kasmaran. Sekalipun dunia mengutuknya karna telah merusak hening pagipun dia tak bergeming.

Terbayang sudah wajah imut sang pujaan hati yang rada manja itu.

Menoreh namanya. Asal dari desa tambakboyo dan anak si tauke toko kelontong kwe tiau aciap yang juga jagoan kungfu itu. Kadang dia merasa geli juga dengan nama sang pujaan hati. Dia lebih suka nama aslinya,
kwe cap mey walau kadang sang pujaan hati minta dipanggil meydi nike.

Aditia Sameangkala tersenyum simpul sambil menghayal diatas kuda totolnya yang rada gemas kedinginan itu. Nama aslinya sendiri ada Xeng juan yuan tapi sang ibu ingin namanya sedikit berbau pribumi.
Maklumlah sang ibu konon katanya masih kerabat jauh salah satu selir raja amangkurat II, sang penguasa kerajaan mataram waktu itu.

Nyi lara prasetianingsihaja , itu nama ibunya yang kepincut dengan seorang jagoan yang jadi pengawal panglima tekwan ciangkuntul, yang tewas ditangan para perompak pesisir laut selatan.
Sang suami, Xeng pak nyam pun tak berumur panjang, luka-luka pertempuran dengan para perompak itu menggilasnya bertahun kemudian setelah anak mereka berumur sebelas tahun.

Namun sang suami telah meninggalkan warisan yang cukup untuknya, sebidang tanah yang luasnya delapan hektar dan sebuah rumah besar yang digunakannya sebagai gudang beras untuk menampung anen para petani.

Hanya saja putranya itu rada ndablek, sukanya kluyuran dan nongkrong diatas wuwungan rumah main layangan daun jati.
Itulah sebabnya setelah kepergian sang suami, Xeng juan yuan dikirim ke lereng gunung merapi untuk belajar ilmu kungfu dengan seorang pendeta tao, yaitu lin che pai wu yang dulunya berjuluk monyet sakti gunung kun lun.

Dari situlah, Xeng juan yuan atau aditia sameangkala bertemu dengan menoreh kwe cap mey dan qi-munk alias kirana qi yang punya nama atas pemberian ibunya, lin ang pao. Sang ibu lin fung lien, memberikan nama lin ang pao, yang berarti si angpao merah karna sang putri senang sekali minta ang pao ( amplop merah) dihari raya imlek.

Xeng juan yuan terus berdendang tak peduli dengan pandangan geli dan iri yang melihatnya.
Sang kuda tampak kesal dengan beban dua karung beras dikedua sisi pantatnya , ditambah lagi dengan tandan pisang raja yang mengusik ekornya.

Xeng juan yuan tak peduli. Xeng juan yuan sedang kasmaran. Tangannya mengusap-usap sebuah bungkusan yang berisi sebuah gelang giok pemberian ibunya untuk sang pujaan hati.

~ kwe cap meyyyyy....wo ai ni....~ teriaknya mengejutkan seisi hutan yang sedang dilewatinya.

Tiga kata itu didapatnya dari sang guru, ketika bercerita tentang kehidupannya di dunia kang ouw (persilatan), sebelum akhirnya memutuskan berkelana mencari sang keponakannya.

Kita tinggalkan sejenak Xeng juan yuan alias aditia sameangkala yang sedang kasmaran dengan kwe cap mey alias menoreh binti ki nantun itu.

~

Disebuah pondok kecil ditengah sawah itu tampak tiga orang lelaki sedang serius berbicara.
Mereka itu adalah ki nudis jagat kuning, sang kepala desa tambakboyo. Ki nantun kwe tiau aciap,
si tauke toko kelontong pasar gendeng didesa itu. Dan pendeta tao lin che pai wu, si monyet sakti gunung
kun lun yang kini hidup menyepi dilereng gunung merapi.

Rupanya ki nudis jagat kuning telah mengatur pertemuan itu sejak menerima kiriman surat dengan anak panah kecil itu semalam.
Bergiliran ki nantun kwe tiau aciap dan pendeta tao lin che pai wu, membaca surat tersebut.

Ketiganya saling berpandangan satu sama lain. Kerut merut dikening mereka menandakan kegusaran dan kekhawatiran.

~ kita hadapi meleka belsama..~ suara pelo ki nantun terdengar berang.

~ tak ada pilihan lain, ini halus kita hadapi pigimanapun lesikonya...~ sambung sang pendeta tao sambil menghela napas panjang.

Ki nudis jagat kuning mengangguk walau tak yakin apakah mereka bertiga mampu mengalahkan kedua murid sang rubah jenggot putih yang ganas itu. Belum lagi kalau sang guru juga ikut muncul.

~ baiklah kalau begitu, kita bertemu ditempat supek ( paman guru ) menjelang siang nanti..~ angguk ki nudis jagat kuning menegarkan hati.

~ jangan sampai anak dan istri kita mengetahui hal ini, biarlah kita yang menanggung resiko hutang lama kita...~ sambungnya pelan.

Ketiganya sepakat dengan rencana tersebut dan kemudian saling membubarkan diri.
Sang pendeta tao tak tedeng aling-aling, segera menunjukkan ilmu meringankan tubuhnya yang hebat.
Tubuh kurusnya melesat berlari diatas pucuk~pucuk tanaman padi tanpa menimbulkan bunyi dan dalam sekejap tinggal sebuah titik putih di kejauhan.

Ki nantun dan ki nudis jagat kuning pun saling berpisah dan bergegas kembali kerumahnya masing-masing.

~

Selir ke sembilan sang tumenggung kakangmas bendoro lanting, hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Didepannya berdiri selir ke delapan belas, nyi ratnasari klipot yang tampak menunduk, kali ini kepulangannya dari pondok kecil di hutan larangan itu dipergoki orang.

~ duuh..diajeng ayune dari mana ? kenapa berkerudung hitam seperti ini ? ~ tegur sang selir ke sembilan belas yang baru saja selesai melepaskan hajatnya akibat kebanyakan makan jengkol dan sambel .

~ maafkan aku nyi...maafkan aku mengejutkanmu....~ jawab nyi klipot tersedak sambil menatap penuh harap dirinya tak dilaporkan kepada sang tumenggung.

~ gantilah pakaianmu dulu, diajeng...lalu kita bicara di kamarku...~ kata sang selir ke delapan dengan lirih, tak tega melihat kegugupan nyi klipot.

Nyi ratnasari klipot mengangguk dan segera melangkah kekamarnya sendiri untuk mengganti pakaiannya.

Nyi arcellia pinatih sukanyambel cuma mengerutkan keningnya sebelum masuk kekamarnya pula.
Rasa kantuknya hilang sudah, subuh yang gigil itu tak juga mengusik. Pikirannya menerawang tentang kemana perginya nyi klipot malam-malam hingga subuh ini ?

Ketukan kecil pada pintu mengusiknya dan tampak nyi klipot masuk kedalam, pakaiannya sudah berganti pula.

~ maafkan aku nyi...~ sungkem nyi klipot kepada nyi arcellia pinatih sukanyambel dengan suara lirih.

~ duuh, diajeng ayune..apa gerangan yang terjadi pada dirimu ? jangan lemparkan dirimu pada petaka kakangmas tumenggung...~ tegurnya pelan.

Tanpa diminta lebih jauh, nyi ratnasari klipot menceritakan hal ikhwal kisahnya dulu sebelum dipersunting sang tumenggung.

~ maafkan aku , nyi...aku tak bisa menghilangkannya dari pikiranku...aku tak bisa...~ sesungguknya lirih.

~ aku mengerti diajeng ayune...tapi mestilah diajeng mengerti betapa besar bahayanya bila hal ini sampai kepada kakangmas tumenggung bukan ? ~

~ kita ini telah menutup masa lalu , apapun indahnya dahulu, sepadankah pengorbanan diajeng ini ? bagaimana bila yang lainnya tahu apa yang diajeng lakukan ? ~

Nyi ratnasari klipot sesunggukan dalam pelukan nyi arcellia pinatih sukanyambel yang diam-diam juga menangisi kenangan dirinya.
Akhirnya kedua perempuan selir sang tumenggung kakangmas bendoro lanting, sang penguasa kadipaten itu terlelap lagi dipenghujung pagi.

~

Diatas pohon besar hutan larangan itu masih basah oleh embun dan tirai tipis kabut pagi.
Disalah satu dahan yang paling besar itu masih terdengar suara ngorok yang keras dan bersahutan, membuat binatang-binatang kecil menjauh sejak semalam.

~ brrrooootttttt.......~ tiba-tiba terdengar suara keras dan panjang, bau apek segera menyebar dan tupai-tupai yang kebetulan lewat langsung bergelimpangan dan jatuh ketanah.

Nyi prilli aduswae langsung merengut dan melompat dari tidurnya. Bau kentut yang luar biasa apeknya dari kiwilcemong alias si kucing garong wedus, membuatnya kesal.

~ sialan....!~ umpatnya keras.~ kentutmu itu bau mayit tau gak sih ? ~ sungutnya sambil menutup hidung dengan selendang merah belang kuningnya.

~ hoooaaammmmmmmmm.....ribut apa kau ini ? ~ sela si kucing garong wedus sambil menguap panjang,~ brrrrooottt...brrrrooooottttt...~ gas beracunnya kembali beraksi.

Si kucing bengal ekor belang ni prilli aduswae kembali uring-uringan.

~ mau ngajak perang ya ? ~ bentaknya garang, ~ nih..makan...piiiiiittttttt....brrroootttttt....piiiiiitttttttttt.....~ dengan selengeknya si kucing bengal menyodorkan goyangan pantatnya sambil kentut pula.

Kiwilcemong si kucing garong wedus, terbelalak dan segera melompat turun dari dahan itu sambil sumpah serapah keluar dari mulutnya.

~ kampreeeeeetttt....modar kuwi, kau makan bangkai apa kemarin.....?? ~

Si kucing bengal terbahak-bahak sambil berkacak pinggang, puas membalas kelakuan si kucing garong wedus.

~ rasakan kau garong wedus....jangan bangga dengan dirimu dulu....jangan lari, kucincang kau....! ~ teriaknya sembari melompat turun pula dan berlari mengejar si kucing garong wedus yang sudah kabur duluan.

Pagi itu hutan larangan terusik oleh ulah seronok kedua murid sang rubah jenggot putih yang tak punya aturan dengan kelakuannya.

Keduanya saling kejar mengejar dan sumpah serapah muncrat kemana-mana.

Matahari kian meninggi seiring waktu yang terus bergulir, puncak gunung merapi tampak menanti pertempuran siang nanti.

 ( ntar lagi nyambung ya hihihihi...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar