Selasa, 17 September 2013

Perawan dari hutan larangan ( 4 )

Bagian keempat

Keduanya saling bertukar pandang. Nyi Pandera Wirogeni terkejut bukan kepalang, ternyata perempuan dari negeri seberang itu tak bisa dianggap remeh. 
Belum pernah dia bertemu dengan lawan yang mampu membuatnya terpental seperti itu. Dan ternyata jurus ke sembilan dari ilmu kucing garong wedus mencakar langit yang puluhan tahun disempurnakannya tak mampu menaklukkan sang lawan.

Padahal hanya dengan sejurus atau dua jurus dari ilmu andalannya itu tak ada yang mampu menghadapinya. Sedangkan dengan jurus yang kesembilan saja, dia harus terpental cukup jauh dan terluka dalam. Dalam benaknya Nyi Pandera Wirogeni terus menimbang kehebatan lawannya itu. Masih ada dua jurus yang tersisa dan itu akan menentukan bagaimana pertarungan ini berakhir.

~ Hebat...hebat...ilmu tenaga dalam yang hebat...~, pujinya agar tidak kehilangan muka sambil mengangguk-anggukan kepalanya sedangkan kedelapan murid Nyi Pandera Wirogeni memandang agak khawatir.

Mereka menatap tajam kepada murid perempuan dari negeri seberang yang bernama Cheng Yi Lin , yang tak acuh namun memiliki pandangan mata amat tajam itu . 

~ Kisanak juga sangat hebat...tenaga dalam Ilmu Lima Racun Ular Berbisa bukan hanya omong kosong belaka...~ jawab Cheng Yin Fei tersenyum sekalipun tangan nya masih terasa kesemutan, ~ Sungguh beruntung aku dapat kehormatan ini..~ lanjutnya tetap sopan .

Nyi Pandera Wirogeni tertawa , hatinya sungguh terkesan dengan kesopanan dan kejujuran sang lawannya ini . 

~ Ternyata pengetahuan kisanak tentang dunia persilatan di tanah jawa ini sungguh mengesankan. Namun harus ku akui bahwa kisanak adalah petarung yang sangat hebat , ilmu kesaktian yang aneh tetapi sangat hebat...~ pujinya tulus.

Sejenak keduanya saling bertukar pandang lagi. Janji adalah janji , harus ditepati kalau ingin dihargai dalam dunia yang satu ini .

~ Tetapi..dalam dunia persilatan , sebuah janji haruslah ditepati dan kita masih ada dua jurus lagi yang harus kita buktikan...~ lanjut Nyi Pandera Wirogeni sambil merapal ilmu lima racun ular berbisa miliknya.

~ Silahkan kisanak...~ angguk Cheng Yin Fei sambil tetap bersiap dengan ilmu Im Yang Kun Hoat ( ilmu tenaga sakti panas dan dingin ) yang sudah mengakar dalam dirinya semenjak kecil . Apalagi ketika melihat kedua telapak tangan Nyi Pandera Wirogeni kini perlahan-lahan telah berubah warna menjadi biru keunguan. 

Sungguh ilmu yang sangat berbahaya, gumam Cheng Yin Fei dalam hati dan sudah bersiap diri pula menghadapi jurus kedua pertarungan mereka.

Nyi Pandera Wirogeni melentingkan tubuhnya dan dalam dua lompatan telah mencapai sasaran. Desingan hawa beracun itu terasa dingin menyayat ketika lentingan kedua itu digunakan oleh Nyi Pandera Wirogeni untuk melancarkan serangannya. Nyi Pandera Wirogeni meliukkan badannya berputar ditengah udara dan kedua tangannya tak henti-hentinya menampar kearah lawannya dengan cepat dan mantap.

Cheng Yin Fei pun bersiap menerima serangan itu. Kaki kanannya bergeser kesamping dan menjejak tanah dengan keras, tubuhnya setengah menunduk membentuk kuda kuda besi dan kedua tangannya yang dipenuhi oleh tenaga dalam panas dan dingin itu mendesak ke depan .

~ Bllllaaaaarrrrrr....~ sekali lagi terdengar benturan keras ketika kedua pasang tangan yang berisi tenaga dalam itu saling berbenturan .

Nyi Pandera Wirogeni tak peduli dadanya terasa sesak , kaki kirinya yang menjejak tanah membuat gerak memutar sehingga tenaga benturan tadi digunakannya untuk menambah tendangan memutar oleh kaki kanannya yang melesat kearah kepala sang lawan. Rupanya Nyi Pandera Wirogeni tak main-main kali ini sehingga 
mengeluarkanjurus terakhir dari Ilmu Lima Racun Ular Berbisa miliknya,yaitu jurus ular kobra racun hitam mengibas langit !

Cheng Yin fei rupanya sudah siap sedia pula . Kaki kanannya ditarik agak merapat sambil menggeser badannya kesamping sedikit . Tangan kanannya menyambut tendangan Nyi Pandera Wirogeni dengan sebuah jari telunjuk meluncur deras ke arah mata kaki sang lawan. Itulah salah satu jurus It Yang Cie miliknya, jurus telunjuk sakti meniti bumi . Sedangkan tangan kirinya berusaha menekan rasa sakit pada dadanya akibat hawa racun dari lawannya itu .

Kali ini keduanya langsung terjengkang ke belakang dengan kerasnya. Cheng Yin Fei terlempar sampai terguling dan muntah darah. Sedangkan Nyi Pandera Wirogeni menjerit kesakitan ketika jari telunjuk lawannya itu menghancurkan mata kaki kanannya. Nyi Pandera Wirogeni juga terlempar dengan luka dalam yang nyaris sama parahnya dengan lawannya itu .

Cheng Yin Fei sendiri langsung duduk bersila dan memusatkan ilmu tenaga dalam Im Yang Kun Hoat nya untuk mendesak hawa beracun itu keluar dari tubuhnya . 

Ke delapan murid Nyi Pandera Wirogeni serentak melompat dan mendekati sang guru yang tampak kesakitan sambil memegang mata kaki kanannya. Baru kali ini mereka melihat sang guru dilukai oleh lawannya.

Cheng Yi Lin melangkah tenang ke arah gurunya dan ikut duduk bersila. Kedua tangannya bergetar menyentuh punggung Cheng Yin Fei, yang sudah dianggapnya sebagai ibu itu . Segera saja gabungan tenaga dalam guru dan murid itu bertemu dan berusaha memusnahkan hawa beracun tersebut . Sepeminum teh kemudian tampaklah asap biru keunguan menguap keluar dari tubuh Cheng Yin Fei dan mukanya yang pucat itu perlahan-lahan mulai bersemu kemerahan kembali .

Cheng Yi Lin sendiri telah melepaskan kedua telapak tangannya dan mengusap
peluh yang tampak membasahi keningnya. Kemudian dia bangkit dan berjalan ke arah Nyi Pandera Wirogeni yang tampak kesakitan hebat. Dadanya terasa sesak dan darah kembali mengalir keluar dari mulutnya. Ditambah lagi dengan mata kaki kanannya yang hancur karna tusukan jari telunjuk lawannya itu.

Melihat Cheng Yi Lin melangkah ke arah gurunya yang kesakitan itu , serentak
murid ke-empat Ni Lince Gegapgeminta alias si Bengal Kucing Hitam melompat sambil meyabetkan cambuk ditangannya ke arah gadis bisu itu. Namun dengan sebuah gerakan indah, Cheng Yi Lin menggeserkan kakinya mendekati lawan dan tangan kanannya mencengkram ke arah muka si Bengal Kucing Hitam . Tentu saja Ni Lince Gegapgeminta kaget bukan kepalang , kepalanya segera melengos ke belakang namun cambuk ditangan kanannya tanpa sadar telah berpindah dan pergelangannya terasa kesemutan. Mukanya seketika pucat pasi dan meringis kesakitan sambil memegang pergelangan tangan kanannya.

Melihat hal itu , murid ke-enam Nyi Pandera Wirogeni menjadi murka yaitu Ni Sari Ratna Gandulecapung . Si Bengal Kucing Ragil tak tahan lagi dan ikut pula menyerang Cheng Yi Lin dengan rantai gelang-gelang kuningnya. Bunyi gemerincing aneh yang terdengar memilukan dan menyakitkan telinga, meluncur deras menuju kepala Cheng Yi Lin . Namun gadis bisu itu tetap dengan ketenangannya . Tanpa rasa takut Cheng Yi Lin tetap melangkah maju dan tangannya yang memegang cambuk rampasan tadi melecut pelan cambuk itu kearah datangnya serangan. 

Bagaikan ular naga, ujung cambuk itu mematuk pergelangan tangan si Bengal Kucing Ragil . Ni Sari Ratna Gandulecapung tak lagi dapat mengelak karna cambuk itu lebih panjang dari gelang-gelang rantai miliknya. 

Dia menjerit dengan keras ketika ujung cambuk itu mematuk pergelangannya dengan rasa sakit yang mengerikan. Gelang-gelang kuning miliknya terlepas dan tetap meluncur ke arah kepala Cheng Yi Lin. Namun gadis bisu itu hanya menggerakkan kepalanya dan Cemeti Lengkingan Naga yang mengikat rambut panjangnya menyambut gelang-gelang kuning itu dengan suara lengkingan yang sangat tajam , gelang-gelang kuning itu hancur berantakan .

Ni Sari Ratna Gandulecapung alias si Bengal Kucing Ragil terhuyung ke belakang dan sangat terpukul dengan kekalahannya yang terjadi dalam sekejap itu. Melihat hal itu , si Bengal Kucing Garong, murid ke-delapan Nyi Pandera Wirogeni yaitu Nike Meidirosokecut segera menyerang dengan kedua trisulanya tanpa peduli lagi.

Tubuhnya yang kecil itu tampak melesat dengan lincah menyerang si gadis bisu itu dari samping. Namun sekali lagi serangan itu tidak membuat Cheng Yi lin berhenti melangkah mendekati Nyi Pandera Wirogeni yang sedang terbaring kesakitan itu. 

~ Nike...berhenti..~ teriak Ni Utami Windagondolangit alias si Bengal Kucing Wedus sang murid ke tiga , sembari menahan tangan si Begal Kucing Kejora, murid ke tujuh Nyi Pandera Wirogeni yang juga ingin menyerang. 

Sedangkan Nike Meidirosokecut tak lagi mendengar teriakan itu karna hatinya terlalu panas melihat kedua kakak seperguruannya begitu mudah dikalahkan.
Walaupun sebagai murid yang paling muda namun kepandaian silat yang dimiliki Nike Meidirosokecut tidaklah berada di tingkatan yang paling bawah. 

Kedua trisula itu mengeluarkan suara mendesing ketika meluncur deras ke arah Cheng Yi Lin. Tanpa menghentikan langkahnya , Cheng Yi Lin sekali lagi menggerakkan cambuk rampasannya menerima serangan itu.

~ Traanng...traannng..~ terdengar dua kali benturan ketika cambuk itu bertemu dengan kedua trisula Nike Meidirosokecut .Si Bengal Kucing Garong terdengar menjerit lirih ketika benturan itu seperti melumpuhkan tangannya, ternyata tenaga dalam si gadis bisu itu berada jauh diatasnya. Namun dikeraskannya sang tekad yang sudah kepalang basah itu. 

Sebuah teriakan keras mengiringi serangan kedua dan kali ini jaraknya hanya satu meter , tak mungkin gadis bisu bisa menggunakan cambuk tersebut.

Namun , lagi-lagi Nike Meidirosokecut terbeliak kaget. Gadis bisu itu melentingkan tubuhnya seringan kapas menjauhinya dan kembali hentakan cambuk itu menghantam kedua trisulanya. Bahkan , satu hentakan lagi menyusul kemudian 
membuat kedua lututnya lemas dan Nike Meidirosokecut terguling sambil menjerit.

Kelima murid yang lain tampak sama terkejutnya melihat begitu mudah gadis bisu itu mengalahkan teman-temannya. Ni Prili Junetto segera bangkit berdiri dan hendak maju menghadang, namun langkahnya tertahan oleh suara sang guru.

~ Berhentilah murid-muridku...kalian takkan bisa mengalahkannya..~ cegahnya sambil meringis , ~ Tampaknya dia tidak bermaksud buruk , kalau tidak tentu kalian sudah mati...~ lanjutnya lagi sambil menatap Cheng Yi Lin yang tetap melangkah menuju ke arahnya.

Segera saja murid-murid Nyi Pandera Wirogeni yang lainnya memberi jalan namun tetap bersiaga penuh karna tidak mengetahui
apa maksud gadis bisu itu. Cheng Yi Lin tetap tenang , dilemparkannya cambuk rampasan dari Ni Lince 
Gegapgeminta itu ke samping. Kemudian gadis bisu itu berlutut dan memeriksa mata kaki kanan Nyi Pandera 
Wirogeni yang tampak remuk dan berdarah itu. 


Tangannya dengan cekatan menotok beberapa urat di sekeliling luka itu sehingga berhenti mengeluarkan darah . 
Dari balik sabuk dipinggangnya Cheng Yi Lin mengeluarkan sebuah botol kecil dan menuangkan sebagian isinya 
diatas luka itu.


Nyi Pandera Wirogeni tersenyum kecil , pengalamannya telah menunjukkan bahwa gadis bisu itu memang berniat 
baik, menyembuhkan lukanya. Kini kakinya terasa lebih nyaman dan rasa sakit itu tidak lagi terlalu menyiksanya.


~ Anak baik..terima kasih atas pengobatanmu...~ ucap Nyi Pandera Wirogeni atau Nyi Kikinauli Kumahaeta dengan 
tulus, baru kali ini dia mendapatkan pertolongan dari orang yang dianggap lawannya. 


Cheng Yi Lin tersenyum lalu bangkit berdiri dan membiarkan murid Nyi Pandera membungkus luka gurunya. Cheng 
Yi Lin membungkukkan badannya sedikit sebagai tanda hormat lalu berbalik menuju kepada gurunya sendiri yang 
sedang bermeditasi untuk memulihkan diri dari luka dalamnya.


Nyi Pandera Wirogeni kemudian dipapah oleh murid-muridnya . Sebelum pergi, Nyi Pandera Wirogeni menatap 
Cheng Yin Fei dan muridnya Cheng Yi Lin yang tetap mengikuti segala gerak geriknya itu.


~ Katakan pada gurumu, anak baik...Aku pergi dari sini , mungkin suatu hari nanti aku akan mencarinya untuk 
menyelesaikan jurus ke tiga..~ katanya tanpa merasa malu atau rendah diri , ~ Dan kau...bila ada kesulitan, carilah 
aku Nyi Pandera Wirogeni di sepanjang gunung kidul...~ lanjutnya kemudian sambil berjalan terpincang-pincang 
meninggalkan tempat itu dengan dipapah oleh murid- muridnya.


Cheng Yi Lin hanya memandang kepergian mereka dengan tatapan matanya yang tajam dan jernih itu. Gurunya 
masih terluka dalam namun tidak lagi terlalu membahayakan. Cheng Yin Fei kemudian berhenti dari meditasinya 
dan dengan di bantu Cheng Yi Lin, dia melangkah menuju pondok dimana mereka tinggal selama ini . Walau 
bagaimanapun, luka dalam itu sangat berat diterima oleh tubuhnya yang mulai renta itu. 


Namun keduanya segera berhenti melangkah dan melihat ke arah datangnya langkah-langkah kaki yang menderap dengan tergesa. Ternyata langkah itu adalah milik murid ke lima Nyi Pandera Wirogeni yaitu Ni Plur 
Bungopante alias si Bengal Kucing Wadas . Ditangannya membawa sebuah benda kecil yang terbungkus oleh 
sehelai kain kuning .


~ Gunakan obat ini untuk membantu luka dalam kisanak . Guruku yang memberikannya..sebagai balasan atas 
pengobatan luka guruku oleh murid kisanak tadi...~ ujar si Bengal Kucing Wadas sambil menyerahkan bungkusan 
obat itu.


~ Sampaikan terima kasih kepada gurumu itu...~ jawab Cheng Yin Fei tersenyum dan menerima bungkusan obat 
tersebut.


Ni Plur Bungopante mengangguk senang , matanya menatap kepada Cheng Yi Lin. Sebuah pandangan kagum akan kehebatan gadis bisu itu .


~ Ini untukmu , mungkin suatu hari nanti kita bisa bertemu dan bisa menjadi sahabat...~ katanya sembari 
membuka kalungnya dan memberikan benda itu kepada Cheng Yi Lin.


Gadis bisu itu mengangguk dan tersenyum ketika menerima kalung tersebut. Si Bengal Kucing Wadas kemudian 
segera pamit dan bergegas menyusul guru serta saudara seperguruannya yang lain.


Cheng Yi Lin menatap kalung pemberian murid ke lima Nyi Pandera Wirogeni di tangannya dengan takjub, 
maklumlah belum pernah dia melihat kalung seindah itu selma hidupnya. Kalung itu berbentuk angsa yang sedang 
mengepakkan sayapnya dengan sebuah tali kulit untuk mengikatnya.


~ Yi Lin..pakailah kalung itu dan ingatlah kalau kau bertemu dengannya lagi kelak...~ Cheng Yin Fei tersenyum 
menatap muridnya itu sambil menahan rasa sakit yang mendera sekujur tubuhnya.


Dengan gembira Cheng Yi Li menganggukkan kepalanya dan mengenakan kalung itu pada lehernya , senangnya 
bukan kepalang . Aku akan menjadi sahabamu kelak , katanya dalam hati .


~ Mari kita kembali ke pondok...~ ajak sang guru kemudian dan merekapun kembali berjalan menuju pondok kayu 
dimana selama belasan tahun ini mereka tinggal.


Cheng Yin Fei menggunakan obat pemberian Nyi pandera Wirogeni itu untuk memulihkan luka dalam akibat hawa 
beracun Ilmu Lima Racun Ular Berbisa dengan dibantu oleh pengerahan tenaga dalamnya. Namun setelah sebulan 
berlalu Cheng Yin Fei pun harus menyerah, teryata tubuhnya tidak lagi mau berkompromi dengannya . Hawa 
beracun itu telah melukai jantungnya , sekalipun diberi obat tetap saja tidak mampu menyelamatkan hidupnya. 


Cheng Yin Fei sadar akan hal itu dan hanya satu kesedihannya yaitu tentang nasib dan perjalanan hidup muridnya 
Cheng Yi Lin nanti .


Sedangkan Cheng Yi Lin tetap setia merawat gurunya dengan kasih sayang yang luar biasa sekalipun keadaannya 
masih terkunci dalam kebisuan. Suatu hari Cheng Yin Fei memanggil murid kesayangannya itu , setelah merasa 
waktunya tidak lagi dapat dipertahankan.


~ Yi Lin...duduklah disini dan dengarkan baik-baik..~ ucap Cheng Yin Fei sembari menusap kepala muridnya 
penuh kasih,~ Suatu hari nanti, aku ingin kau mencari bibi gurumu yang juga kakak kandung gurumu ini. 
Namanya Cheng Yue Lin. Dia tinggal di daerah Simongan , pantai utara . Perjalanan kesana paling tidak butuh dua hari tetapi tidak peru buru-buru, engkau bisa melakukannya kapan saja...~ jelasnya kemudian.


Cheng Yi Lin menatap sang guru dengan padangan yang aneh karna tidak pernah menyebut nama itu sebelumnya. 
Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh gurunya itu.


~ Bibi gurumu itu menguasai ilmu Pedang Naga Giok Langit dan engkau harus menguasainya. Kami pernah berjanji 
bila salah satu dari kami memiliki murid, maka yang lain harus mengajarkan ilmu andalannya. Bibi gurumu itu tak 
pernah punya murid, jadi dia harus mengajarimu ilmu itu....~ jelas Cheng Yin Fei sambil mengacuhkan kekecurigaan 
muridnya tersebut, 


~ Bawalah Selendang merah ini maka dia akan mengenalimu sebagai muridku...~ lalu diserahkannya Selendang 
Merah yang telah menemaninya malang melintang didunia persilatan dan di kenal sebagai Dewi Selendang Merah atau Ang I Niocu , selama puluhan tahun itu kepada muridnya.


~ Jangan membantah perintah gurumu ini , Yi Lin..~ geleng Cheng Yin Fei cepat untuk mengusir rasa ingin tahu 
muridnya itu , ~ Ingat , diluar sana engkau harus hati-hati karna banyak orang jahat yang ingin mengusik. 
Itulah sebabnya engkau harus menemui bibi gurumu terlebih dahulu dan memperdalam ilmu disana , barulah 
engkau boleh merantau kemana engkau suka..~ lanjutnya lagi.


Cheng Yi Lin mengangguk dan memeluk gurunya sambil menangis tanpa ada suara yang terdengar. Hatinya 
mengisyaratkan akan adanya perpisahan dengan guru yang telah dianggapnya sebagai pengganti orang tuanya itu.
Cheng Yin Fei sangat sayang dan sangat terharu dengan keadaan muridnya itu. Dia agak khawatir dengan 
kehidupannya kelak, apalagi Yi Lin belum bisa mematahkan tembok yang menutupi trauma masa kecilnya.


~ Jangan menangis , anakku...mudah-mudahan bibi gurumu bisa mengobati dirimu sehingga bisa bicara lagi...~ 
bisiknya pelan dan tiba-tiba dia memutar tubuh Yi Lin sehingga membelakanginya , kedua telapak tangannya 
menepuk punggung Yi Lin dengan keras . 


~ Sekarang terimalah tenaga dalam milik gurumu ini sebagai tambahan bekal untuk hidupmu kelak. Ini adalah inti sari dari Im Yang Kun Hoat , ilmu terakhir yang bisa kuajarkan kepadamu, anakku Cheng Yi Lin...~


Cheng Yi Lin berusaha melepaskan diri , dia tahu apa artinya itu namun telapak tangan gurunya seperti lengket 
dan tubuhnya tergetar hebat ketika pusaran tenaga dalam milik gurunya itu mengalir deras ke dalam dirinya.


~ Jangan melawan, anakku...terima dan alirkan chi ini ke arah pusarmu lalu salurkan keseluruh nadi dan kuasailah...
~ bisik Cheng Yin Fei terus menyalurkan seluruh tenaga dalamnya kepada Cheng Yi Lin , sang murid kesayangannya.


Hal itu terus berlangsung kira-kira dua jam lamanya. Cheng Yi Lin sebentar merasa kepanasan seperti masuk 
tungku api dan dilain saat kedinginan seperti masuk ke dalam kubangan es . Itulah sari pati ilmu Im Yang Kun Hoat 
yang telah dipelajari Cheng Yin Fei selama hidupnya. Perlahan-lahan Cheng Yi Lin dapat menguasai kedua aliran 
tenaga dalam itu dengan bantuan gurunya sehingga tidak lagi menyiksanya, bahkan kini tubuhnya terasa begitu 
nyaman ketika inti tenaga dalam sang guru telah menyatu dengan tenaga dalamnya sendiri .


Tetapi ketika sadar , alangkah terkejutnya Cheng Yi Lin ketika berbalik dan melihat gurunya sudah tidak bernyawa 
lagi dan masih dalam keadaan duduk bersila. Wajah gurunya tersenyum dengan penuh welas asih dan wajahnya 
tampak damai tanpa penyesalan sekalipun masih terlihat kesakitan disana .


Cheng Yi Lin merasa seperti di hantam dengan sebuah gunung batu diatas kepala nya . Pandangannya kabur oleh 
deraian air mata dan tenggorokannya tersedak oleh kebisuan yang selama lima belas tahun ini telah memenjarakan
segala rahasia masa kecilnya.


Cheng Yi Lin berteriak dan berteriak namun tanpa bisa mengeluarkan suara sedikit pun sehingga akhirnya 
kepedihan masa kecilnya itu terulang kembali mendera jiwanya dengan hebat .


~ Gu...guuu...guruuuuuuuuuuuuu...........~ akhirnya tembok pemisah itu runtuh juga ketika desakan kepedihan telah 
mencapai puncaknya.


Cheng Yi Lin jatuh diatas dipan kayu itu dan tak sadarkan diri . Kemarahan akan kesedihan dan kehilangan orang 
yang disayanginya telah membuatnya jatuh untuk kedua kalinya.


Keheningan pagi terasa begitu mencekam. Sunyi senyap dalam belantara hutan larangan itu . Semua mahluk dihutan itu seakan bersedih dan menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.




( see ya in the next note...)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar