Selasa, 17 September 2013

Fall The Dawn ( 11 ) - Whispering Rose part two

WHISPERING ROSE    

( part two )


Ge Faure segera membaringkan Kiki yang terluka pada salah satu dari tiga kamar presidential suite itu. Sepupunya telah pergi dengan tugas menjemput dokter dan membereskan mobil van mereka tadi.

Sedangkan Jonah Lee memeriksa presidential suite itu dari segala bentuk pelacakan maupun penyadapan.

Presidential suite yang bergaya semi renaissance itu tampak mewah dan megah dengan beberapa jendela besar dipadukan dengan suasana post-mo pada beberapa tampilan supaya kesan eklusifnya terlihat.

Diatas sebuah meja kerja diiamar utama tampak sebuah laptop menampilkan beberapa split-view kamera-kamera pengintai yang ditempatkan oleh Ge Faure.

Jonah Lee sendiri mengeluarkan P3-171nya dan menghubungkan kedua laptop itu dengan NFC sehingga dengan mudah data-data di laptop Ge Faure berpindah kepadanya.

Sejenak kemudian Ge Faure menyusul masuk kekamar utama itu dengan sebuah laptop lain.

Wajahnya tampak sedikit dirubungi oleh kekhawatiran. Dia dapat merasakan betapa operasi kali ini sangat sensitif.

~ Jonah , kamu tampak letih sekali...~ bisiknya pelan ke telinga lelaki itu sambil memeluknya dari belakang, ~ sudah berapa kamu tidak tidur ? ~ tanya Ge Faure sambil terus memeluk dan tanpa dapat dicegah lagi, putingnya mengeras dan menempel pada punggung Jonah yang sedang duduk itu. Libidonya memuncak !

Jonah Lee, lelaki itu sepertinya tak terpengaruh dengan libido Ge Faure dan matanya tetap terarah pada laptopnya.

~ bagaimana dengan Kiki ? ~ tanya Jonah pelan dan membiarkan Ge Faure duduk dipangkuannya dan saling berhadapan .

~ dia sedang istirahat, Jonah. Kuberikan obat pemati rasa supaya dia tidak terlalu menderita...~ jawab Ge Faure sembari mengusap wajah tampan didepannya itu dengan mesra.

~ terima kasih, Gebe...kamu selalu siap membantuku...~ angguk Jonah Lee tulus dan dia tahu bahwa perempuan itu amat mencintainya sehingga tak peduli dengan bahaya apapun untuk membantunya.

Kecerdasan serta kesetiaannya sangatlah membantu ketika dia membutuhkan intel dari pihak non perusahaan dan Ge Faure adalah salah satu orang yang dapat diandalkannya dalam situasi sulit.

Perempuan itu dikenalnya empat tahun lalu dalam sebuah operasi di San Sebastian. Ge Faure, perempuan asia yang bertubuh seksi itu tadinya seorang bartender sebuah coffe shop .

Jonah Lee sedang menyempatkan diri dari kejenuhan dan mampir sekedar minum kopi. Namun ternyata ada saja lelaki iseng yang harus dilihatnya.

Dua lelaki kaukasia yang tampak dipengaruhi alkohol menggoda dan mengusik Ge Faure dengan kalimat-kalimat tak senonoh. Jonah Lee yang sedang duduk di meja panjang bartender sempat menegur mereka. Namun kedua lelaki kaukasia yang tinggi besar itu menyeretnya keluar dari pintu samping coffe shop itu ke sebuah gang.

Jonah Lee tak melawan dan membiarkannya didorong-dorong keluar. Namun tak sampai semenit Jonah Lee pun masuk kembali dan kali ini sendirian saja.

Ge faure yang sudah ketakutan segera membuka pintu samping dan tercengang melihat kedua lelaki pengusiknya itu tampak tergeletak disamping bak sampah tanpa bergerak lagi.

Itulah permulaan pertemuan Ge Faure dengan Jonah Lee yang akhirnya memberikan peluang untuk Ge Faure terjun dalam dunia mode lewat koneksinya sekaligus melindungi perempuan itu.

Apalagi kecerdasan Ge Faure amat membantunya dalam operasi San Sebastian Connection.

Sebuah ketukan berirama pada pintu masuk presidential suite itu telah mengusik lenguhan napas mendesah Ge Faure yang sedang tersiksa mencium lelaki itu dengan gairahnya.

Dengan sedikit enggan dan rasa kesal Ge Faure terpaksa melepaskan bibirnya dan membenahi kemeja putihnya yang sudah tak terkancing lagi. Napasnya masih memburu dan tersengal dengan gairah yang nyaris membakarnya ketika bangkit dan berjalan menuju pintu utama.

Ge Faure juga menutup pintu kamar utama dibelakangnya agar siapapun yang datang tidak melihat Jonah Lee. Lelaki itu sangat berharga untuknya.

Ternyata yang datang adalah sepupunya dan seorang laki-laki paruh baya yang membawa sebuah tas, si dokter.

Tanpa banyak bicara dokter itu segera merawat Kiki yang tampak agak kepayahan. Setengah jam kemudian luka dipundak Kiki telah selesai dijahit, untunglah peluru 9mm itu langsung menembus pundaknya dan tidak mengenai tulang atau ototnya.

Setelah memberikan suntikan dan beberapa macam obat, dokter itu segera dikawal pergi oleh sepupu Ge Faure.

Kiki menatap perempuan seksi itu sambil menggangam tangannya.

~ terima kasih...terima kasih atas bantuanmu..~ ucapnya pelan.

~ istirahatlah dulu, namaku Ge Faure..~ angguk Ge Faure sambil memberikan segelas air kepada Kiki dan beberapa butir obat.

Kiki segera menenggak obat-obat tersebut dan air dingin itu sejenak mengembalikan kesadarannya. Luka tembak itu masih menyiksanya.

~ Ge Faure..aku ingin bicara dengan Jonah..~ sambung Kiki berusaha melawan kantuk dari obat yang diberikan dokter itu.

~ akan kupanggilkan dia...~ sahut Ge Faure segera beranjak keluar.

Sesaat kemudian Jonah melangkah masuk menemui Kiki yang memandangnya penuh tanya.

~ Jonah...apa sebenarnya yang terjadi ? ~ tanya Kiki tajam.

Jonah menatap Kiki dengan tenang. Sedikit bimbang untuk memberikan penjelasan. Tetapi lebih sedikit Kiki tahu tentang masalah ini maka akan lebih baik untuknya.

~ tante...saat ini aku tidak bisa cerita banyak tentang apa yang sedang terjadi. Semua saling terkait dan aku sedang menyelidikinya. Tante aman berada disini sementara memulihkan diri....~ jelas Jonah pelan.

~ tapi Jonah, kenapa mereka masuk kerumahku seperti itu ? Apa yang mereka cari ? Siapa mereka ? Apa hubungannya dengan Tya ? Bagamana keadaan Fe dan Kirana Qi ? Apa pekerjaan kedua gadis itu sebenarnya ?~ Kiki memberondong Jonah dengan gencar tanpa peduli, pikirannya membeludak.

~ sssttt...tante, aku tidak tahu siapa mereka, mungkin orang suruhan inteligen atau siapalah. Dugaanku ini berhubungan dengan penelitian yang sedang dikerjakan Tya dan aku sendiri tidak tahu apa. Aku ingin menyelidikinya. Kedua gadis yang berada dirumah tante itu bisa menjaga diri sendiri. Mereka bekerja sebagai agen lepas, entah untuk siapa. Pertanyaan tante terlalu banyak untuk dijawab dalam waktu singkat...~ jelas Jonah pelan, khawatir dengan keselamatan Kiki.

~ kata Fe, kamu tewas dalam kerusuhan di Kairo tujuh tahun lalu....~ Kiki tak bisa meneruskan pertanyaannya karna tangan Jonah sudah menutup mulutnya.

~ lain kesempatan akan kujelaskan semua, tante. Sekarang tidak bisa, kuharap tante mau mengerti. Dua minggu yang lalu Tya datang menemui tante setelah mengunjungi hotel the jasmine di Livorno,Tuscany. Aku sudah memeriksa penerbangannya. Ini sangat penting tante untuk penyelidikanku..~ lanjut Jonah tanpa memaksa.

~ iya, Tya menitipkan sesuatu pada tempat dimana kalian pernah bersama semalaman, hanya itu pesan Tya kepada tante untuk kamu Jonah..~ bisik Kiki lirih.

Jonah mengangguk cepat, dia mengerti apa maksudnya.

~ Tya juga menitipkan sesuatu di hotel the jasmine, ditempat kalian memyembunyikan sesuatu dulu...~ lanjut Kiki masih lirih.

~ terima kasih tante...aku akan mengatur semuanya, tante istirahatlah...~ angguk Jonah lagi sembari mengatur selimut Kiki.

Perempuan itu menggenggam erat tangan Jonah dengan sejuta rasa bingung. Jonah mengecup keningnya dan membiarkan Kiki hanyut dalam pengaruh obat yang tadi diminumnya.

Jonah menarik napasnya dengan resah, ada sesal yang mengusiknya dengan keterlibatan Kiki dalam persoalan itu. Namun dengan cepat diusirnya perasaan itu, ada hal penting yang lebih mendesak untuk diselesaikan.

Jonah kemudian keluar dan menutup pintu kamar tersebut.

Ge Faure sedang serius dengan laptopnya dikamar utama.Beberapa kali tangannya menyentuh bluetooth yang terpasang ditelinganya itu. Bicaranya cepat dan jemarinyapun tangkas dengan keyboard laptop itu.

Jonah Lee sendiri meneruskan pekerjaannya yang sempat tertentu tadi, mengamati rekaman kamera mini yang ditempatkan gadis itu pada beberapa spot diarea frontdesk dan lounge.

~ Jonah...ada penerbangan khusus memasuki Valkenburg dari Ankara, sebuah Gulfstream milik pemerintah Perancis. Penumpangnya dua orang perempuan dari kedutaan besar Indonesia di Ankara..~

~ Sedangkan satu jam sebelumnya juga telah mendarat satu skuadron F-16 milik pemerintah Indonesia dipangkalan Nato, Genewa Swiss. Sedangkan di Valkenburg sendiri tercatat kedatangan sebuah jet pribadi setelah Gulfstream tadi. Yang menarik adalah pilotnya seorang perempuan, kamu kenal dengan Janchen von Essen ? ~ tatap Ge Faure kepada lelaki disampingnya itu.


Jonah Lee mengerutkan keningnya dan balas menatap Ge Faure.

~ Dia adalah pilot khusus para petinggi militer, ada apa dia datang kesini ? hmm...pasti ada hubungannya dengan Art Hammerfist. Ada manifest penumpangnya siapa ? ~ tanya Jonah penuh selidik.

~ Hanya satu penumpangnya tetapi tidak bisa diakses siapa dia..~ jawab Ge Faure sedikit bingung, ~ siapa Art Hammerfist itu ?~ tanyanya lagi.

~ Seorang mantan mercenary dan kini sebagai kontraktor bebas..~ jelas Jonah Lee pelan dan kewaspadaannya terusik.~ Dan dia sudah berada di hotel ini...~ Jonah memperlihatkan rekaman kamera tersembunyi di lounge hotel tersebut.

Ge Faure sedikit terguncang dan terbayang sudah gairah bahaya yang akan dilewatinya. Dia tidak memiliki kemampuan seperti Jonah Lee dan dia hanyalah seorang model yang memiliki beberapa koneksi berkat pengalamannya bersama Jonah Lee.

~ Letnan Zenno a.k.a The Cobra, asset dan operative perusahaan yang dikenal kejam sekalipun tampangnya kurang meyakinkan...~ jelas Jonah Lee kembali menunjuk seorang laki-laki bertampang lugu yang sedang menikmati kesibukannya dengan sebuah laptop.

Ge Faure semakin tak mengerti dengan situasinya sekarang ini. Tiba-tiba jarinya menunjuk seorang perempuan asia yang sedang duduk tak jauh dari lelaki bertampang lugu itu.

~ Bukankah itu si pemilik kafe Fleur de Page, Arcellia Pinatih ? Bukankah dia....~ Ge Faure tercekat dalam keterkejutannya.

Jonah Lee sedikit meradang,ada hal yang janggal melintas dalam pikirannya.

~ Dia masih hidup ? ~ geramnya seraya mendengus,  seketika syaraf-syarafnya bergetar hebat.

~ Bagaimana dia berhasil mengecohku ? Pasti ada seseorang yang memiliki kekuasaan besar berada dibelakangnya.Apa maksudnya ini ? Apa yang hanya untuk menyelamatkan anaknya saja ? Aneh...militer terlibat, perusahan juga sama dan pihak mana lagi yang mengirimkan perempuan pemilik kafe ini ?~ benaknya berputar deras.

~ Betul, itu dia...~ angguk Jonah Lee menatap perempuan yang terpampang dilayar monitor itu,~ sepertinya ada keterlibatan orang penting disini..~

~ Jadi apa yang harus kita lakukan Jonah ? ~ tanya Ge Faure sembari menatap Jonah Lee dengan lekat.

Jonah tidak segera menjawab, bahkan bangkit berdiri dan melangkah kearah jendela kamar itu.Pikirannya bekerja dengan keras untuk mencari jalan bagi Ge Faure dan juga Kiki Nauly.

~ Aku agak khawatir kali ini, Jonah...~ bisik Ge Faure sambil memeluk lelaki itu dari belakang dan merebahkan kepalanya pada punggung kekar itu.

Jonah Lee menepuk-nepuk tangan perempuan itu seakan ingin menenangkan kekhawatirannya, kemudian berbalik menghadap kepada Ge Faure yang tak juga mau melepaskan pelukannya.

Ada kerinduan yang sangat menyiksanya sekaligus rasa khawatir akan operasi mereka kali ini berantakan.Seperti biasanya dia tiak mengerti secara jelas dan tidak peduli apa yang sesungguhnya terjadi.

Dia hanya ingin membantu lelaki itu dan berusaha melakukan apa yang diminta oleh Jonah Lee.

~ Kali ini, kamu harus dengarkan aku dan jangan pernah membantah Gebe...~ ucap Jonah Lee sambil memegang wajah Ge Faure dengan kedua tangannya, mereka saling bertatapan dalam jarak yang teramat dekat sehingga Jonah dapat mendengar napas Ge Faure mendesah, antara khawatir dan gairahnya.

~ Setelah jam sepuluh malam nanti, kamu pergilah bawa Kiki ke Keukenhoof dekat kota Lisse. Ada rumah aman di Schorpioen Sraat tetapi jangan salah karna di Katwijk juga ada nama jalan yang sama. Rumah itu menghadap kearah taman tulip dan ada patung kecil yang memegang kotak surat sebagai penanda.Carikan seorang perawat untuk menjaga Kiki dan kemudian kamu pergi Amsterdam melalui Leiden dengan kereta api express. Tunggu berita dari aku..~ jelas Jonah Lee pelan dan tatapan matanya menyakinkan Ge Faure.

~ Gunakan van tadi dan tinggalkan di perbatasan Noordwijk dan Lisse,ada sebuah bengkel disana dan pemiliknya akan menggantikan van itu dengan mobil yang lain. Ingat, lakukan ini dengan wajar dan jangan menarik perhatian...~

Ge Faure  mengganggukkan kepalanya, tak ada keinginan untuk membantah segala rencana Jonah Lee untuknya, seperti yang sudah-sudah sebelumnya.

~ Lalu kamu sendiri bagaimana Jonah ? ~ tanya Ge Faure lagi.

~ Jangan khawatirkan aku..lakukan saja seperti sebelumnya ~

Ge Faure tak dapat menahan gairahnya lagi. Bibirnya menyergap Jonah Lee dengan sebuah ciuman ganas dan kembali keduanya terasuk oleh gelegar gairah mereka.

~

Sementara itu seorang perempuan berjalan memasuki hotel Huis ter Duin dari bagian belakang. Rambut hitam dan ikal itu dibiarkannya tergerai begitu saja dan matanya melahap semua pemandangan yang dapat dikuasainya.

Tak banyak yang peduli dan dia tampak seperti kebanyakan turis asia atau dari negara lainnya.Sebuah tas ransel warna coklat ukuran sedang tampak menggelayuti pundaknya.

Apalagi senja mulai jatuh dibelahan negara-negara eropa sekalipun langit masih terlihat terang.

Langkahnya tertuju pad front desk hotel dimana sedang menunggu para petugas hotel berbintang lima tersebut.

~ Message for Mrs Leigh Clifford ? ~ tanya sedikit angkuh.

~ here they are, mam...~ jawab seorang petugas front desk buru-buru menyerahkan sebuah amplop coklat berukuran sedang dan tampak lumayan berat.

Perempuan itu segera beranjak menuju lounge yng terletak diseberang front desk itu dan mengambil tempat disudut pintu masuk sehingga dapt melihat keseluruh ruangan lounge tersebut.

Segera amplop tersebut dibukanya dan mengeluarkan sebuah card reader dan sebuah Baretta BU9 Nano 9x19mm Parabellum buatan USA dengan nanotechnology yang tetap dibiarkannya tetap dalam amplop.

Mrs Leigh Clifford memasukkan card reader yang berkabel usb itu pada port yang tersedia di tablet tujuh inchi miliknya dan headset berada ditelinganya.

~ Find out the package and meet your contact,Fleur de Page a.k.a Arcellia Pinatih. Run the package to Valkenburg airport. Out ~

Mrs Leigh Clifford menatap layar gadgetnya dan tampaklah wajah sang kontak yang saat itu sedang menikmati minumannya tak jauh dari tempatnya duduk.

Namun pada saat itu Mrs Leigh Clifford juga melihat gelagat yang kurang menguntungkan dari pria bertampang lugu yang kini menatap kepadanya walaupun hanya sekilas, demikian juga dengan seorang lelaki yang bermata tajam namun tampan dalam usianya yang empat puluhan itu.

Kini sikapnya jadi serba salah, menemui kontak itu atau segalanya  berantakan. Waktu terus berjalan dan operasi ini takkan bisa mentolelir kehilangan waktu secara sia-sia.

Mrs Leigh Clifford mengambil keputusan untuk menemui kontaknya apapun resiko yang ada. Baretta Nano itu diam-diam telah berada saku blazernya.Kemudian dia berjalan menuju ke meja dimana sang kontak, Fleur de Page a.k.a Arcellia Pinatih berada.

Dengan sedikit berimprovisasi dia mencoba untuk mengelabui kedua lelaki itu, siapapun mereka yang hanya akan menganggapnya seorang turis yang coba berkenalan dengan orang yang berasal dari negaranya.

~ Hai...boleh gabung disini ? ~tanya Mrs Leigh Clifford seyakin-yakinnya bahwa kontak itu mengerti dengan bahasa Indonesia yang digunakannya.

Gayungpun bersambut, Fleur de Page a.k.a Arcellia Pinatih atau juga dikenal dengan Mrs Glorieux, tersenyum ramah menyambutnya.

~ Silahkan...kebetulan saya juga sendirian..~ jawabnya ramah.

Mrs Leigh Clifford tersenyum dan mengambil tempat disamping kiri perempuan itu sehingga pandangannya dapat melihat kedua lelaki tersebut.

~ Cuaca selalu berubah belakangan ini..~ ujar Mrs Leigh Clifford sambil lalu. Itu sebagai penanda kontaknya.

~ Musim gugur sebentar lagi tiba...~ jawab Mrs Glorieux sambil menganggukkan kepalanya anda mengerti.

Seorang pelayan datang menghampiri mereka dan menaruh dua gelas soda lemonade on the rock.

~ On the house drink, mams...~ katanya ramah sembari menaruh lipatan kertas tissue disamping gelas tersebut dan mengetuknya pelan dengan jarinya.

Keduanya mengangguk dan tersenyum seperti layaknya tamu yang kesenangan mendapatkan minuman gratis pada hotel bintang lima.

Tanpa dikomando  lagi mereka mencicipi minuman tersebut, kemudian mengambil tissue dan membuka lipatannya secara wajar. Tak ada yang tertarik dengan kelakuan keduanya.

~ Menjauhlah dari lounge bila kalian ingin hidup lebih lama. Mintalah kunci di front desk, katakan atas pesanan Scheveninggen Casino..~ begitulah isi pesan yang tertulis pada kertas tissue itu.

Mrs Leigh Clifford dan Mrs Glorieux saling berpandangan, seketika dapat merasakan suatu ancaman tersembunyi. Mereka tak yakin dan juga tak mengerti, siapa yang telah mengirimkan pesan itu kepada mereka ? Ternyata kehadiran mereka telah diketahui dan tidak ada gunanya untuk tetap terus berada di lounge tersebut.

Keduanya segera beranjak dan menuju ke front desk lalu menghilang ke dalam lift.

Lelaki bertampang lugu itupun segera membereskan laptopnya untuk kemudian beranjak pula meninggalkan lounge itu dan langkah kakinya tampak santai menuju deretan lift yang  berada tak jauh dari front desk.

Sekilas Letnan Zenno a.k.a The Cobra beradu pandang dengan lelaki paruh baya yang bertampang dingin itu. Tak banyak intel yang diperolehnya dari perusahaan tentang lelaki tersebut, kecuali bahwa dia adalah seorang mantan mercenary dan bekerja freelance.

Tak ada yang tahu siapa nama aslinya dan hanya dikenal dengan nama alias, yaitu Art Hammerfist. Bahkan intelnya yang berasal dari dinas intelligence Perancis pun seperti enggan memberikan data-data tentang lelaki itu.

Letnan Zenno bisa mengerti bahwa dinas rahasia Perancis, yaitu SAS, mungkin pernah bekerja sama dengan lelaki itu.

Art Hammerfist sendiri tidak bergeming walaupun tak mengurangi kewaspadaannya. Instingnya mengatakan ada sesuatu yang akan terjadi dan apapun itu, dia telah siap menghadapinya.

Tanpa sadar Art Hammerfist menengguk minuman yang juga diberikan oleh pelayan tadi.

Terlambat baginya. Art Hammerfist tercekat ketika merasakan tubuhnya bergetar. Minuman itu.

~ God damn it !! ~ serapahnya meluncur deras seiring rasa lumpuh yang menyerang sekujur tubuhnya.

Pelayan tadi dengan sigap menahan tubuh Art Hammerfist yang nyaris menghantam meja dibelakangnya.

~ Are you allright sir...?~ tanya pelayan itu sambil memapah lelaki itu dengan seorang pelayan lain.

Tetapi Art Hammerfist tak bisa menjawab, minuman itu telah melumpuhkan syaraf-syarafnya sekalipun masih bisa melihat.

Art Hammerfist ingin memberontak, namun tekanan jari pelayan tadi menekan tulang pertama pada tengkuknya dan membuatnya semakin jauh dari rasa sadar.

Art Hammerfist ditinggalkan pada sebuah kamar untuk para pelayan dibagian belakang dekat dengan dapur.

Pelayan itu kemudian melucuti sebuah Sig&Sauer 9 mm dari pinggang belakang Art Hammerfist, memandangnya dan kemudian menekan leher sampingnya sehingga hilang sudah kesadaran Art Hammerfist, pingsan.

Art Hammerfist telah lengah kali ini dan merupakan hari tersial yang pernah dialaminya.

Pelayan itu kemudian segera menyelinap keluar dari area dapur menggunakan lift khusus menuju ke area presidential suite.

Wajahnya tampak tak berekspresi dengan wajar, ada yang aneh sekalipun dia berusaha melakoni perannya.

Perawakannya yang tampak kekar juga tak sepantasnya milik seorang pelayan restaurant hotel.

Sementara itu di lain lift, Letnan Zenno a.k.a The Cobra sedang menuju ke area presidential suite juga.

Sedangkan didalam kamar utama, Ge Faure tampak tak mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya yang amat indah itu.

Jonah Lee tak ada lagi disitu dan Kiki Nauly sedang tertidur karna obat penenang itu.

Ge Faure memang tak suka mengenakan pakaian dalam, entah mengapa hal itu membuatnya tak percaya diri. Dengan santai Ge Faure mengambil sehelai celana jeans dan mengenakannya. Payudaranya tampak menantang, penuh berisi dan Ge Faure membalutnya dengan sebuah vest anti peluru berbahan carbon yang canggih. Jonah Lee yang memberikannya sebagai bahan perlindungan darurat.

Vest tersebut tak tampak mengganggunya,sehelai T-shirt tampak menutupi vest itu dan akhirnya kemeja putih tadi kembali dikenakannya.

Kali ini Ge Faure tak mau gegabah, diselipkannya sebuah Baretta Nano Parabellum dibalik vest itu, dipinggang belakangnya.Tak ada yang dipercayainya sepenuh hati selain kepada Jonah Lee,lelaki yang telah merampas seluruh napas hidupnya empat tahun belakangan ini.

Ge Faure sendiri sadar, takkan mudah baginya untuk terus menahan agar Jonah Lee terus berada disampingnya. Lelaki itu terlalu misterius dan Ge Faure amat mencintainya.

Ge Faure kemudian mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengevakuasi Kiki yang sedang terluka itu.

~

Pelayan tadi baru saja keluar dari lift khusus tersebut ketika pandangannya bertemu dengan tatapan mata milik Letnan Zenno yang sedang membuka pintu tangga darurat untuk memasuki selasar presidential suite itu.

Letnan Zenno a.k.a The Cobra dengan kecepatan luar biasa menerjang kearah pelayan hotel tersebut yang jaraknya cuma sekitar delapan meter itu. Namun pelayan itu memberikan reaksi yang amat mengejutkan Letnan Zenno The Cobra yang terlanjur bergerak itu.

( see ya to the next note, broken rose..)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar