Kamis, 14 November 2013

TUMENGGUNG KAKANGMAS BENDORO LANTING

BAGIAN KE-TUJUH 

Si Kucing Bengal Ekor Belang meringis . Kali ini kena batunya ketika bertarung dengan Ki Nantun atau Kwe Tiau Aciap si Tinju Maosan . Setelah puluhan jurus berlangsung sengit , tampaklah bahwa kepandaian si Tinju Maosan mampu menekan keganasan selendang belang milik Ni Prilli Aduswae . Mukanya yang selalu menampakkan senyum nakal dan jahil itu kini tampak sedikit pucat dengan keringat membasahi lehernya .

Tetapi dasar si Kucing Bengal dan itu memang sudah menjadi sifatnya sedari kecil . Ni Prilli tak mau menyerah begitu saja dan berusaha mati-matian melawan si Tinju Maosan dengan segala ilmu yang dimilikinya . Termasuk jurus ilmu kentut arwah penasaran yang dikembangkannya bersama sang kekasih , yang juga tak kalah seronoknya yaitu Kiwilcemong Si Kucing Garong Wedus . Sekalipun terdesak karna jurus-jurus si Tinju Maosan yang lebih mengutamakan kemurnian tenaga dalam dan sedikit ilmu kebahtinan , si Kucing Bengal Ekor Belang tak mau kehilangan akal bulusnya .

Dalam keadaan terdesak oleh hawa jurus si Tinju Maosan yang angker , diam-diam Ni Prilli Aduswae mengumpulkan tenaga dalamnya dan menunggu saat yang tepat untuk mengeluarkan jurus simpanannya . Akhirnya kesempatan itu datang ketika si Tinju Maosan agak mengendurkan serangannya setelah melihat gadis bengal itu hanya bisa menangkis serangannya dengan susah payah . Walaupun gadis itu musuhnya namun Ki Nantun masih memiliki perasaan lemah terhadap perempuan . 

Dan kesempatan itu tidak disia-siakan oleh si Kucing Bengal Ekor Belang . Dengan seronoknya dia merobek kutang hijau yang berderetan kancingnya serta kisut sana sini itu sehingga kedua bukit kecil yang indah menantang itu menyeruak terbuka . Keruan saja Ki Nantun terperangah dan merasa malu dengan pemandangan didepannya itu . Melihat hal tersebut si Kucing Bengal tersenyum nakal dan menambah gerakannya sehingga ke dua bukit indah miliknya itu bergoyang-goyang menantang . Dengan cepat pula dibarenginya gerakan itu sambil menyodorkan pantatnya kearah Ki Nantun yang terperangah dan jengah karna malu .

" Bruuuuuuuutttttt.........puuuiiiiiiitttttt....." dengan nakal dan gaya selengeknya si Kucing Bengal melancarkan jurus ilmu kentut arwah penasaran ke arah lawannya .

Keruan saja karna desakan tenaga dalam yang lumayan hebat , membuat kentut itu menjadi sebuah senjata yang ampuh . Ki Nantun yang sedang jengah itu terpental dan cepat pula menutup hidungnya . Bau yang sangat luar biasa menerjang dirinya ! Bau itu nyaris tak bisa digambarkan lagi karna segala macam bau telah menjadi satu ditambah lagi dengan aroma durian yang semalam dimakannya bersama si Kucing Garong Wedus .

Kelengahan Ki Nantun dimanfaatkan dengan baik dan si Kucing Bengal melontarkan satu sentakan selendang belangnya dan tepat mengenai dada Ki Nantun . Hantaman selendang itu nyaris menghancurkan dada Ki Nantun . Namun tidak percuma dirinya digembleng di pengunungan Kun Lun . Sekalipun terluka dalam , Ki Nantun sempat pula membalas dengan sebuah jurus pamungkas dari Tinju Maosan miliknya . Pukulan Tinju Maosan membelah gunung , yang selama ini tak pernah digunakannya.

Si Kucing Bengal yang merasa diatas angin tidak menyadarinya dan masih berusaha mengumpulkan segenap tenaga dalamnya untuk melontarkan jurus ilmu kentut arwah penasaran sekali lagi . Begitu sadar jurus Ki Nantun itu telah mematahkan tenaga dalam yang sedang dihimpunnya tersebut . Jangankan keluar kentutnya yang luar biasa itu , si Kucing Bengal terjengkang berguling-guling kebelakang dan dari bibirnya mengalir darah segar . Si Kucing Bengal meringis kesakitan dan tak peduli dengan kutang hijaunya yang masih terbuka dan kedua bukit indahnya turun naik seperti gulungan ombak . Mukanya pucat dan yang paling mengerikan adalah jurus ilmu kentut arwah penasaran itu memberikan dampak buruk baginya . Jurus yang tak sempat terselesaikan itu telah membuat pantatnya basah dan itu pertama kalinya membuat gadis bengal tersebut merasa malu . 

Dengan satu teriakan panjang dan wajah yang sebentar pucat , sebentar memerah si Kucing Bengal Ekor Belang segera membalikkan badannya dan melarikan diri menuju bawah bukit . Tak ada lagi yang diperdulikannya . Rasa lengket di pantatnya telah membuat gadis bengal itu lari lintang pukang dengan rasa malu yang menjeratnya .

Tentu saja keadaan dan kelakuan si Kucing Bengal membuat kekasihnya blingsatan. Si Kucing Garong Wedus tampak menggeram dan melancarkan jurus-jurus mematikan kepada Ki Nudis Jagat Kuning yang tak kalah garang menghadapinya . Namun si Kucing Garong Wedus terlampau mengkhawatirkan keadaan kekasihnya itu makin gelap mata dan nekat . Dengan satu teriakan memilukan , dia menghentak cambuk itu sehingga terbelah menjadi dua dan menukik tajam menghantam kedua golok Ki Nudis Jagat Kuning.

Kedua senjata yang bertemu itu menimbulkan ledakan keras dan hasilnya , kedua golok milik Ki Nudis Jagat Kuning patah dan cambuk itu hancur berantakan . Tak hanya sampai disitu , si Kucing Garong juga melancarkan ilmu kentut arwah penasaran yang lebih dahsyat dari kekasihnya .

" Breeeeettttttt...brooooooottttttt....preeeeeetttt...."

Seketika udara disekeliling mereka segera tercemar oleh bau kentut yang bahkan bau mayat busukpun kalah. Hentakan tenaga dalam itu membuat Ki Nudis Jagat Kuning terlempar dan muntah darah ! Si Kucing Garong Wedus terus merangsek dan menyerang namun satu lemparan batu kecil mengenai kemaluannya . Napsu yang hebat telah membuatnya lengah dan digunakan Ki Nudis Jagat Kuning membela dirinya yang sangat terdesak oleh luka dalam yang parah itu .

Keruan saja hal itu membuat si Kucing Garong Wedus menjerit kesakitan dan melompat- lompat sambil memegangi anu-nya . Rasa sakit yang tak terperihkan dan membuat matanya nyaris meloncat keluar . Serentetan air mata keluar begitu saja dan membuatnya sadar untuk meninggalkan pertarungan itu . Pertarungan itu tak lagi membuatnya bernapsu , ditambah lagi dengan rasa khawatir terhadap keadaan kekasihnya. Dengan langkah kesakitan dia segera meninggalkan arena tersebut dan menyusul kekasihnya . Dia juga tak peduli dengan Sang Rubah Jenggot Putih , gurunya yang juga sedang bertarung dengan lawannya itu . Sebelah tangannya memegang biji kemaluannya yang seperti terbakar dan dijepit oleh capitan kepiting itu sambil meringis dan berlari kencang.

Sedangkan Ki Nudis Jagat Kuning tampak kepayahan dan beberapa kali muntah darah . Luka itu terlampau parah sedangkan si Tinju Maosan Kwe Tiau Aciap tampak mengap- mengap sekalipun lukanya tidak separah rekannya itu. Keduanya duduk bersila berdekatan dan berusaha untuk mengerahkan sisa tenaga dalam mereka untuk menekan luka tersebut.

Sedangkan Sang Rubah Jenggot Putih yang sedang bertarung dengan si pendeta , tampak geram melihat kelakuan kedua muridnya yang melarikan diri itu . Pertarungannya sendiri tidaklah terlalu menyulitkan sekalipun sang pendeta itu mampu mengimbanginya dengan ilmu pedang yang aneh dan kesiuran tenaga dalam murni yang bisa dirasakannya . Sang Rubah Jenggot Putih sadar , untuk mengalahkan lawannya butuh waktu yang lama dan tidak bisa diremehkan begitu saja . Dalam hatinya dia mengeluh , ini adalah lawan kedua yang amat tangguh selain Sang Tumenggung Kakangmas Bendoro Lanting yang sudah dijajalnya beberapa hari yang lalu .

Namun sebagai penguasa pantai selatan , rasanya tak pantas untuk melarikan diri atau mengakhiri pertarungan itu tanpa menjajal ilmu kanuraganya. 

Dengan satu geraman mengerikan Sang Rubah Jenggot Putih , membuat satu putaran dengan tubuhnya dan kedua tangannya bagaikan kilat meledak-ledak menghantam kearah pendeta tersebut. Itulah jurus ilmu kanuragan miliknya , arwah iblis api neraka . 

Sepertinya Sang Rubah jenggot Putih ingin menjajal kemampuan ilmu kanuragan yang nyaris tak pernah digunakannya itu . Tentu saja serangan hebat itu membuat sang pendeta Tao terkesiap . Namun kematangannya dalam mengasah ilmu pegunungan Kun Lun tidak membuatnya lantas ketakutan . Segera saja jurus pamungkas ilmu pedang tujuh bintang perguruan Kun Lun , dilancarkannya . Pedang panjang dan tipis itu segera meliuk-liuk bagaikan naga dan berubah menjadi bayangan tujuh pedang yang mengurung Sang Rubah Jenggot Putih dari segala arah .

Serentetan ledakan memenuhi udara dan debu serta kerikil beterbangan kesana kemari . Pertemuan jurus pamungkas itu segera memberikan hasilnya . Kedua jawara gaek itu masing-masing terpental kebelakangan dan merasakan sesak memenuhi dada mereka . Sekilas keduanya sadar bahwa , mereka menderita luka dalam yang tidak ringan. Apalagi Sang Rubah Jenggot Putih yang masih merasakan akibat dari pertarungannya dengan sang Tumenggung waktu itu .

Segera saja tubuhnya berkelebat meninggalkan lawannya dan melesat menuruni bukit seperti kedua muridnya terdahulu .

" Kita akan bertemu lagi dilain kesempatan , kisanak...Urusan ini belumlah selesai.." suaranya menggema tanpa kelihatan lagi orangnya .

Sang pendeta Tao itu hanya menarik napas . Lega dan sedikit khawatir karna urusan itu akan membebani mereka dikemudian hari . Segera saja dia bermeditasi untuk menetralisir kekuatan tenaga dalam yang menyesakkan dadanya itu .

Lereng merapi itu kembali sunyi dan tak ada lagi suara-suara senjata serta teriakan menggema . Ketiga orang itu khusuk dengan meditasinya . Sepeminum teh kemudian mereka saling berhadapan dan berpandangan . Sang pendeta Tao menatap tajam pada Ki Nudis Jagat Kuning yang tampak masih kepayahan itu .

" Celitakan yang sesungguhnya Ki Nudis..." ujarnya pelan, " Bagaimana kisah tentang Pedang Naga Giok Langit ini bisa teljadi ? "

" Iya , Ki...aku juga ingin mendengalnya..." sambung Kwe Tiau Aciap si Tinju Maosan .

Ki Nudis Jagat Kuning terdiam sejenak dan kemudian menganggukkan kepalanya . Tak bisa lagi cerita tentang pedang itu disembunyikannya .

" Ini terjadi sejak aku menyelamatkan Panglima Tekwan Ciangkuntul dan adik iparnya yaitu yang kini menjadi istriku , Lin Fung Lien....' jawab Ki Nudis mulai bercerita .

Dua puluh tahun yang lalu Ki Nudis Jagat Kuning adalah seorang punggawa kerajaan Mataram yang telah mengundurkan diri ketika masih memakai nama Basrirudin bin Kiwung . Didalam perjalanan kembali ke kampung halamannya , Basirudin bin Kiwung mengunjungi seorang sahabatnya di daerah pesisir pantai parang tritis yang waktu itu hanya disebut pantai codot karna kebanyakan penduduk disitu hidupnya tiap malam menangkap codot yang banyak bersarang di lubang karang . 

Dipantai itulah Basirudin bertemu dengan sang panglima dan belasan pengikutnya yang kepayahan dikeroyok puluhan perompak yang dipimpin oleh Sang Rubah Jenggot Putih . Sebenarnya Basirudin tidak mau terlibat tetapi lantaran melihat seorang perempuan muda yang sedang menjerit-jerit karna hendak dijajal oleh kawanan perompak dan hal itu membuatnya tidak tega. Jadilah dia melibatkan diri dalam pertempuran tersebut . Namun keganasan para perompak itu membuat pertarungan tidaklah seimbang. Sang panglima yang belakangan baru diketahuinya telah luka sekalipun masih mampu menandingi pemimpin perompak itu dan dirinya juga mengalami luka walau tidak parah .

Namun keremangan senja sangatlah membantu dan akhirnya , Basirudin berhasil melarikan diri dengan sang panglima yang kepayahan karna luka-lukanya dan si gadis yang tampak sangat ketakutan . Dengan susah payah akhirnya sang punggawa kerajaan itu bisa meloloskan diri dengan bantuan sahabatnya namun tidak bisa menyelamatkan nyawa sang sahabat . Perjalanan itu masih terus diikuti oleh pengejaran kawanan perompak yang akhirnya kehilangan jejak dipegunungan kapur didaerah gunung kidul .

Dengan segala akalnya Basirudin bisa meloloskan diri dan membawa keduanya melalui hutan-hutan untuk mencapai kampung halamannya di daerah limbarawa . Namun apa mau dikata , nyawa orang yang ditolongnya itu tidak bisa diselamatkan dari luka-lukanya. Kemudian barulah Basirudin tahu bahwa mereka adalah sebagian dari rombongan penjelajah lautan dari negeri seberang . Kesulitan bahasa membuatnya terlambat mengetahui segala latar belakang mereka . Akhirnya sang panglima meninggal dan dikuburkan di daerah merapi dan jauh dari kehidupan penduduk supaya tidak menimbulkan kekisruhan .

Adapun sang gadis yang ikut diselamatkannya itu mengikuti Basirudin kembali ke kampung halamannya di daerah limbarawa . Gadis itu kemudian diketahuinya bernama Lin Fung Lien setelah bersusah payah berkomunikasi dengan bahasa isyarat . Gadis itu dalam pelariannya membawa sebuah kotak panjang namun Basirudin tidak diijinkan untuk mengetahui apa isinya . Itulah janji yang diminta oleh gadis itu dan Basirudin mengiyakannya . Setahun kemudian Basirudin menikahi gadis itu dan menjadikannya sebagai istri untuk menghindari omongan miring dikampungnya . Basirudin pun tidak pernah lagi melihat atau menanyakan tentang kotak panjang yang pernah dibawa oleh istrinya itu dalam pelarian mereka dari para perompak itu .

" Mungkin kotak itulah yang dimaksud dengan Pedang Naga Giok Langit oleh mereka tadi..." gumam Ki Nudis Jagat Langit dengan pikiran menerawang .

Mereka terus berbincang mengenai situasi yang mereka hadapi saat itu dan tidak menyadari bahwa semua pembicaraan mereka didengar oleh kedua gadis yang masih mengintai dibalik rerimbunan pohon besar tak jauh dari mereka . Sekalipun ketiganya berilmu tinggi namun angin tidak berpihak karna angin bertiup kearah rerimbunan pohon sehingga kedua gadis itu leluasa diposisinya dan dengan bantuan angin mereka dapat dengan jelas mendengar segala pembicaraan itu .

Si kemben kuning lurik merah tersenyum dan saling berpandangan dengan si kemben hitam dengan lurik merah menyala disampingnya itu .

" Pucuk dicinta nasi pete pun datang , adikku nan rupawan..." candanya sambil terkekeh kecil dan senyum nakalnya bermain dengan riuhnya .

Sang adik hanya bisa menutup mulutnya agar tak keluar ketawa gelinya mendengar gurauan sang kakak yang sedikit ngawur itu .

" Kita ikuti mereka nanti kemana perginya. Mereka akan mengantarkan kita kepada pemegang pedang itu , adikku..." ujarnya kemudian .

" Baik , kak..." jawab si kemben hitam dengan lurik merah menyala sambil mengangguk .

Keduanya terus mendengarkan perbincangan ketiga orang itu dan tetap menunggu untuk melihat kemana mereka pergi .

Akhirnya sepeminum teh kemudian ketiga orang itu beranjak pergi tertatih-tatih dengan membawa luka dalam yang mereka derita dari pertempuran itu . Yang paling payah hanyalah Ki Nudis Jagat Kuning dan harus digandeng oleh Ki Nantun menelusuri jalan menurun menuju ke bawah bukit .

Kedua gadis itupun ikut melangkah dengan hati-hati karna tak ingin kehadiran mereka diketahui , apalagi ketiga orang itu tetaplah tangguh sekalipun sedang terluka dalam . 

Siang itu semakin panas dan hembusan angin tak mampu mengurangi rasa yang membakar raga . Lereng itu kini kembali sepi dan tak ada lagi hingar bingar pertempuran yang sempat mewarnai tempat tersebut . 

Hari menjelang senja ketika Ki Nudis Jagat Kuning bersama Ki Nantun dan si pendeta tao Lin Che Pai U tiba dikediaman sang kepala desa . Tentu saja kehadiran mereka sedikit membawa kepanikan , terutama oleh istri sang kepala desa , Lin Fung Lien .

" Apa yang terjadi pak ? " tanya Lin Fung Lien sangat khawatir dan mengerutkan keningnya melihat sang suami terluka .

" Hanya luka pertempuran biasa saja , Fung Lien..." jawab Ki Nudis berusaha menahan diri supaya tidak membuat istrinya semakin khawatir .

Ki Nudis segera berbaring dan sang istri tanpa banyak tanya lagi segera menyiapkan obat ramuan rempah-rempah untuk suaminya. Sekalipun tidak bisa ilmu kanuragan , namun Lin Fung Lien dilahirkan dengan kemampuannya meracik obat-obatan dari berbagai macam rempah dan tumbuh-tumbuhan . Hanya dengan meraba dan mengamati nadi suaminya , Lin Fung Lien sudah tahu bahwa pertempuran biasa itu telah mengakibatkan sebuah luka dalam yg cukup parah . 

Sang pendeta mencoba untuk menyalurkan tenaga dalamnya kepada Ki Nudis , namun tak berhasil karna dirinya juga sedang terluka walaupun tidak terlalu parah . Sedangkan Ki Nantun segera kebelakang untuk memasak obat bagi luka dalamnya sendiri .

" Ini bekas pukulan yang mengandung racun...." gumam Lin Fung Lien sambil memeriksa dada Ki Nantun yang bersemu kehitaman , " Aneh..ini racun apa ? Sepertinya engkau terkena ilmu iblis dari laut selatan...aku pernah mendengarnya tapi tak tahu seperti apa dahsyatnya...."

Lin Fung Lien menatap tajam sepupunya itu . Bahasanya sudah mendekati lidah pribumi dan nyaris hilang logat keturunannya , maklumlah Lin Fung Lien sangatlah pandai walaupun tidak bisa ilmu silat .

" Entahlah , aku tak tahu apa jenis ilmu itu..." jawab Ki Nantun alias Kwe Tiau Aciap lalu menceritakan bagaimana dia terluka dalam pertempuran itu .

Sambil mendengarkan cerita sang sepupu , Lin Fung Lien menekan beberapa titik urat pada tubuh Ki Nantun yang sedikit meringis dengan totokan jari itu . Namun rasa sakit di dadanya itu semakin berkurang dan perasaannya sedikit lega .

" Rebus lima kepal jahe merah , tiga jumput rumput duri, tumbuklah segenggam tahi kecoak dan lima lembar daun jeruk setan yang sudah kering..." perintah Lin Fung Lien sambil mengurut belakang tengkuk sang sepupu , " jangan lupa kasih satu kelabang merah dan tiga buntut cicak hitam. Masak dengan tiga mangkuk air kelapa sampai menjadi satu mangkuk. Minum dalam satu tegukan tanpa bernapas . Lakukan itu selama tiga hari. Semua obat yang kusebutkan itu bisa engkau dapatkan di rak obat kamar tengah. Pergilah...." 

" Telima kasih , Fung Lien..." angguk Ki Nantun dengan patuhnya dan tidak berani membantah karna dia tahu sifat erempuan itu sangatlah keras dalam hal obat ramuannya .

Lin Fung Lien mengangguk kecil dan meneruskan pekerjaannnya merebus obat untuk suaminya . Pikirannya berkecamuk dan bertanya-tanya , siapa pendekar yang telah melukai ketiga orang itu dengan pukulan demikian beracun ? Ada apa dibalik semua itu ?

Benaknya tak berhenti mereka-reka dan ketika teringat sesuatu dalam pelariannya dulu , maka pucatlah wajah perempuan itu .

" Pedang Naga Giok Langit...? " bisiknya lirih dan tubuhnya sedikit berguncang. Wajahnya tampak menyiratkan rasa khawatir yang tak dapat lagi ditutupi oleh kepandaian nya dalam meracik obat-obatan rempah .

Kegugupan segera melanda perempuan itu dan tangannya bergetar ketika mengipas tungku api didepannya tersebut . Segera dipanggilnya seorang pelayan dan menggantikan nya mengipasi ramuan obat yang sedang digodoknya itu . Lin Fung Lien tak lagi dapat menahan rasa kekhawatirannya . Dia bergegas melangkah menuju ruang depan dimana suami dan pamannya sedang beristirahat . 

" Suamiku...apakah ini semua tentang Pedang Naga Giok langit ? " serbunya ketika telah berhadapan dengan keduanya . Pandangan Lin Fung Lien tajam menatap mereka .

Ki Nudis Jagat Kuning dan pendeta tao Lin Che Pai U langsung terkesiap . Hal yang ingin mereka sembunyikan dulu ternyata sudah dibuka oleh perempuan itu . Mereka tak bisa lagi menunda hal tersebut sekalipun untuk kebaikan mereka .

" Darimana engkau tahu itu , istriku ? " tanya Ki Nantun sambil berusaha bangkit duduk dari baringnya itu .

" Kamu tahu tentang pedang itu , Fung Lien ? " sang pendeta ikut pula bertanya.

Lin Fung Lien tidak langsung menjawab pertanyaan itu dan balik menatap keduanya dengan tajam menyelidik . Ditariknya sebuah bangku lalu duduk menghadap keduanya .

" Aku hanya menebak saja . Kalian sudah lama sekali tidak bertempur dan tiba-tiba hari ini kalian pulang dalam keadaan terluka dalam . Kalian terluka oleh pukulan beracun dan hanya sedikit pendekar-pendekar negeri ini yang memiliki pukulan beracun. Aku menduga hal ini tentu berkaitan dengan peristiwa dua puluh tahun yang lalu..." ungkap Lin Fung Lien tanpa langsung menjawab keinginan mereka .

Ketiganya saling pandang . Ki Nantun langsung teringat dengan kotak panjang yang dulu dibawa oleh istrinya itu , namun dirinya terikat oleh janji untuk tidak bertanya dan mencari tahu apa isi kotak tersebut . Sedangkan si pendeta tao tampak sedikit mengernyit dan benaknya terus berputar mencari celah dalam jawaban itu .

" Dulu Pedang Naga Giok Langit adalah pusaka milik junjungan Panglima Tekwan Ciangkuntul yang merupakan pengawal pribadi Panglima Tertinggi utusan kaisar yaitu Laksamana Zheng He atau yang dikenal dengan nama Cheng Ho . Hanya saja dalam pelayaran terakhir itu , kami terpisah karna adanya badai dan akhirnya harus berhadapan dengan para perompak dari pesisir selatan . Selanjutnya engkau telah mengetahuinya , suamiku..." lanjut Lin Fung Lien dengan suara pelan namun jelas memenuhi ruangan itu. 

" Jadi kotak panjang itu...." lanjut Ki Nudis Jagat Kuning penuh tanya , teringat akan janji nya dulu kepada perempuan itu . 

Lin Fung Lien menganggukkan kepalanya dengan sedikit rasa sesal . Rahasia itu tidak bisa lagi dipertahankan dengan keadaan ini . Sekarang adalah bagaimana mengatasi masalah yang timbul akibat rahasia yang berumur dua puluh tahun itu .

" Ya , itulah Pedang Naga Giok Langit . Ketika terjadi pertempuran dikapal kecil yang kami tumpangi , aku dititipkan panglima untuk menyimpan pedang itu dan bersumpah untuk menyembunyikannya dari siapapun sampai bertemu kembali dengan sang Laksamana..." ujarnya lagi . " Tetapi sepertinya hal itu tidak mungkin lagi terjadi karna kami tidak bisa menyampaikan berita pertempuran tersebut kepada sang laksamana.. Entah bagaimana aku akan memenuhi janjiku itu . Aku juga tidak mengetahui bagaimana kabar sang laksamana.." diujung ceritanya suara Lin Fung Lien terdengar penuh penyesalan yang tak terhingga .

Sejenak ruangan itu diselimuti oleh hening . Ki Nantun yang baru melangkah tampak terhenjak dan menyandarkan tubuhnya pada tiang yang menapak beban atap rumah . Dirinya tak pernah menyangka bahwa sepupunya tersebut menyimpan rahasia besar dari sebuah pedang yang menjadi akar masalah mereka .
" Berarti hanya engkau yang mengetahui dimana pedang itu tersimpan , Lien ? " tanya Ki Nantun pelan dan melangkah mendekati mereka .

" Semakin sedikit yang tahu dimana pedang itu kusimpan , akan semakin baik ko.." jawab Lin Fung Lien lirih namun tegas terdengar . 

Ruangan itu kembali hening . Semua pikiran berperang untuk mencari jalan yang terbaik bagi masalah yang sedang mereka hadapi ini . Mengeluarkan pedang itu dari tempat persembunyiannya berarti mengundang malapetaka yang lebih besar , namun tetap menyembunyikannya juga tetap tidak bisa menghindarkan masalah . Tentunya akan ada lagi pertempuran yang bisa berakibat lebih buruk dari yang mereka hadapi saat ini .

" Fung Lien , engkau tidak boleh membuka lahasia pedang itu . Ingat , bila jatuh kedalam tangan iblis pesisil selatan itu atau ke tangan tumenggung , maka akan semakin kacau pula dunia ini.." akhirnya sang pendeta tao itu membuka mulutnya setelah berpikir keras .

" Betul , istriku . Semua kuserahkan pada kebijaksanaanmu mengenai pedang itu.." sambung Ki Nudis Jagat Kuning sambil menatap istrinya , sekalipun ada keinginan besar untuk mengetahui bagaimana rupa pedang tersebut .

" Terima paman . Terima kasih , suamiku..." angguk Lin Fung Lien sedikit lega karna tidak harus memperlihatkan pedang itu kepada mereka , " Aku tahu semua ini akan berakibat buruk kepada kita . Aku hanya tak ingin keadaan ini menimpa anak2 kita.."

" Itulah yang harus kita pikirkan saat ini . Mungkin sudah saatnya mengirim Qimunk dan Menoreh serta Xeng Juan Yuan kepada Adipati Kartasura . Mereka lebih aman berada disana dan kita bisa bersiap menghadapi para perompak iblis pesisiri selatan itu disini.." ujar Ki Nudis Jagat Kuning pelan sambil menekan dadanya yang masih terasa sesak .

" Boleh juga , kang...mungkin lebih baik begitu " sambung ki Nantun mengangguk setuju.

" Yang terpenting masalah ini tidak boleh diketahui oleh mereka . Kan tahu sendiri bagaimana sifat anakmu itu..." sambung Lin Fung Lien masih menyisakan khawatirnya . " Sebenarnya ada seorang pendekar wanita yang ada didaerah Simongan dan dia menguasai ilmu pedang ini sekalipun tanpa memiliki pedangnya . Dulu dia juga ikut dalam rombongan kapal Laksamana dan kami terpencar dalam badai itu . Namanya Cheng Yue Lin . Hanya saja aku tidak mengetahui secara pasti dimana dia tinggal . Aku pernah mengirimkan pelayan untuk mencari tahu keberadaannya di daerah Simongan namun sayangnya beliau suka berpindah-pindah tempat tinggal ..." tuturnya kemudian .

" Akan kukirimkan pelayan lagi untuk mencarinya , istriku..walau bagaimana kita harus memastikan keadaan aman bagi anak-anak kita..." angguk Ki Nudis Jagat Kuning sambil memberi isyarat kepada salah seorang pelayan untuk memanggil pengawal setianya .

Tak lama kemudian masuklah seorang kepala pengawal kedalam ruangan itu . Hatinya bertanya-tanya , karna tak biasanya sang junjungan tampak tidak sehat seperti itu .

" Siap menerima perintah , tuanku..." angguk kepala pelayan itu sambil duduk bersila ditengah ruangan menghadap kepada kepala desa itu .

" Aku ingin engkau pergi ke daerah Simongan dan mencari keberadaan seorang pendekar perempuan yang bernama Cheng Yue Lin dan sampaikan surat ini kepadanya.." ujar Ki Nudis Jagt Kuning sambil menyerahkan sebuah gulungan surat kepada pengawalnya itu .

" Baik , akan hamba laksanakan.." jawabnya sigap sambil menerima gulungan surat itu dengan hormatnya.

" Ingatlah , Ki Tantra Cemongpisan ...tugas ini harus engkau rahasiakan dan kalau ada berita harus segera engkau sampaikan kepadaku . Berangkatlah sekarang dan bawa perbekalan untuk dijalan..." lanjut Ki Nudis Jagat Kuning sambil menyisipkan sekantung uang untuk biaya perjalanan sang pengawal .

" Siap , tuanku..akan hamba laksanakan sebaik-baiknya..hamba mohon pamit " sang pengawal segera mundur setelah memberi hormat kepada mereka semua yang ada diruangan itu tanpa banyak bertanya lagi .

Sedikit lega menghinggapi mereka semua dan kemudian sibuk pula mengobati luka dalam yang mereka derita . Tak ada lagi pembicaraan mengenai Pedang Naga Giok Langit supaya tidak tersebar pula berita tersebut didesa mereka .

Sedangkan dari sebuah warung , kedua gadis yang berkemben itu mempelajari dengan seksama situasi desa tersebut. Dari selentingan omongan para pengunjung disitu , diketahuilah bahwa rumah yang tadi dimasuki oleh buntutan mereka adalah rumah kepala desa tambakboyo sendiri .

" Kita harus mencari tempat tinggal sementara , adikku..supaya kita punya banyak kesempatan untuk menyelidiki rumah itu tanpa banyak dicurigai..." bisik si kemben kuning lurik merah yang cantik itu .

" Kita bisa tanyakan kepada ibu pemilik warung ini , dimana ada yang menyewakan rumah utk beberapa hari kedepan.." angguk si kemben hitam dengan lurik merah menyala dengan segera dan matanya tetap tajam mengawasi situasi disekeliling mereka . Karna kehadiran mereka telah menarik perhatian para penduduk desa yang jarang kedatangan tamu apalagi dua orang perempuan cantik seperti mereka .

Sementara itu jauh dari desa Tambakboyo dan masih masuk kawasan gunung merapi , tampaklah si Kucing Bengal Ekor Belang sedang berendam disebuah anak sungai sambil memaki-maki . Rasa malu karna kesalahannya sendiri membuat mulutnya menyemburkan sumpah serapah mencemari aliran anak sungai itu . Belum lagi ikan-ikan kecil tampak bergelimpangan seperti kena racun tuba , mungkin karna pencemaran oleh pantat si Kucing Bengal yang kebobolan oleh ilmu kentut arwah penasaran yang gagal dilancarkan untuk kedua kalinya itu .

" Siyaaalllll.....kucing garong asuuuuuuuu.....kunyuk gendeeeennnnng...demit-demit kelaparan pengen makan tuyuuuuuuulllll.....hickkk...hickkk...." masih terdengar sumpah serapah meluncur deras dari mulutnya tanpa peduli dengan siapapun .

Si Kucing Bengal juga tak peduli dengan kutang hijau leceknya yang masih terbuka lantaran kancing-kancingnya telah terbang entah kemana . Kedua bukit kecil nan indah itu basah oleh aliran anak sungai dan membuat iri para jangkrik yang mengintip dari balik rerumputan dipinggir sungai . Akhirnya sumpah serapah itu berhenti juga dan yang tersisa kini hanyalah rasa kesal , rasa sesal dan rasa gemas yang menggelut menjadi satu , tumpahnya air mata . 

Si Kucing Bengal yang selama ini dikenal slengekan dengan gaya seronoknya , kini harus merasakan sesuatu yang tak pernah mengusiknya , yaitu rasa malu . Dan makin lama suara tangisnya makin kencang sambil sesekali berteriak histeris . Akhirnya rasa letih mulai menyergapnya dan rasa sejuk aliran anak sungai itu memberikan rasa nyaman bagi rasa malu yang sempat mengusiknya itu .

Si Kucing Bengal mencari bebatuan yang sedikit tenggelam oleh air dan membaringkan tubuhnya menatap langit . Kutang hijau leceknya mulai diikatnya dengan tali yang dibuatnya dari rumput . Tak lama kemudian tertidurlah si Kucing Bengal dengan tubuh sebagian terendam oleh aliran air sungai kecil itu . 

Sedangkan di hulu sungai itu si Kiwilcemong alias si Kucing Garong Wedus sedang mengap-mengap menahan rasa perih yang menyayat buah zakarnya . Sama seperti kekasihnya , si Kucing Garong Wedus juga tak sungkan-sungkan memberikan ceramah kepada langit dengan sumpah serapahnya . Wajahnya meringis dan tampak kemerahan menahan rasa sakit yang bukan alang kepalang . Si Kucing Garong Wedus tak peduli dan langsung berendam di dalam sungai untuk mengurangi rasa sakit itu . 

Namun keasyikan itu terusik oleh sebuah cekikikan panjang dari seorang perempuan yang tak kelihatan dimana orangnya . 

" Hiihihihihihihiiiihhihiiiihihihiii.....pemandangan yang bagus...hihihihihi...sayang bijinya agak memar...hihihihihihi...habis di adu sama buah karet kah ? Hihihihiiiiihihihiii..."

Keruan saja si Kucing Garong Wedus terusik dan dengan garangnya dia melompat kepinggir sungai dan berkacak pinggang . Suara cekikikan itu semakin menggila dan segala makian keluar dari mulutnya . Ketika melihat kebawah , barulah si Kucing Garong Wedus sadar , bahwa dia tidak memakai celana lagi ! 

Dengan geramnya dia segera menceburkan diri ke dalam sungai lagi sambil menjangkau celana miliknya . Dengan gelagapan diair si Kucing Garong Wedus segera mengenakan celananya dan kembali menaiki pinggiran sungai .

Matanya nyalang menatap seorang perempuan seumuran kekasihnya sedang berdiri menyender di sebuah batang pohon besar sambil menatap bagian bawah tubuhnya dengan pandangan nakal . Perempuan itu memakai pakaian berbentuk kebaya yg sangat tipis dan tidak memakai kutang sehingga kedua bukitnya menjulang dan menantang dengan indah nya dari balik pakaian tipis itu . Sedangkan sehelai kain yang hanya dibalut seadanya menggantikan celana yang lazim dipakai pada jaman itu . 

Tentu saja pemandangan itu membuat si Kucing Garong Wedus agak terperangah , namun ingatannya kembali terisi oleh bayangan di Kucing Bengal Ekor Belang yang jadi kekasih nya selama ini . Sedangkan perempuan itu masih cekikikan dengan binar mata menggoda. 

" Siapa engkau dan apa yang engkau mau ? " bentak si Kucing Garong dengan kesal .

" Aku ? Hiiiiiihhihihihihi...tak usah galak-galak begitu hai tampan..." perempuan itu masih cekikikan dan tak peduli dengan bentakan itu , " Ahh...aku sudah melihat milikmu dan aku ingin memilikinya...aku tak peduli siapa kau, Aku akan menikmati milikmu itu sampai aku puas...hihihihihihiiiiii...." lanjutnya lagi .

" Siyaalll...!!.jangan berharap engkau bisa kalong wewek...! " bentak si Kucing Garong Wedus dengan amarah meluap .

" Jangan panggil aku Kirara Kariri , murid Nyi Lampir Bukit Menoreh , kalau aku tak bisa menakukkanmu dan menikmati milikmu itu...! Hihihiiiiihihihiiiii......" perempuan yang menyebut namanya Kirara Kariri itu lantas menggebrak batang pohon yang disandarinya itu dengan sebelah kakinya . Tubuh ramping itu segera melesat menuju ke arah Kiwilcemong si Kucing Garong Wedus dengan ganasnya .

Tentu saja serangan itu tidak akan membuat si Kucing Garong Wedus mundur . Bahkan dia menyambutnya dengan ganas pula , kakinya bergantian melakukan tendangan sambil memutar badannya . Ternyata omongan perempuan yang bernama Kirara Kariri itu bukan hanya isapan jempol saja . Tubuhnya melenting indah berputar diatas kepala si Kucing Garong Wedus ketika tendangan itu bertemu dengan terjangan perempuan tersebut .

Ketika tubuh perempuan itu melenting dan berputar diatas kepalanya , si Kucing Garong Wedus mencium bau wangi dan mendadak kepalanya pusing dan pandangan matanya gelap . Tawa cekikikan perempuan itu mengiringi suara berdebuk ketika si Kucing Garong Wedus kehilangan kesadarannya oleh bubuk penyekat sukma miliknya .

" Sudah kukatakan , aku akan menundukkanmu..hihihihihihiiiii..." ucapnya lantang sambil mengangkat tubuh lelaki itu dan membopongnya lalu menghilang dalam hutan gelap Suara tawa perempuan itu tersisa dan meninggalkan aroma mengerikan di pinggir sungai kecil itu .

" Hhihihihihihihihihihiiiihihihihiiiiiii......aku akan menikmati milikmu , duuuh tampanku... Hihihihihihihihihiiiiiiiiii.............................golek golek..anu-mu tak golek golek...anu-mu tak golek dewe...hihihihihihi....." cekikikan seronok itu menggema menuju batas senja .



( hihihihihi...see ya in the next episode...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar