Minggu, 23 Februari 2014

PERAWAN DARI HUTAN LARANGAN



Bagian ke-tujuh

Sementara itu kita kembali ke Limbarawa. Kediaman keluarga Gaharu Cindhe yang tepatnya berada didesa Ngampin terletak paling barat wilayah Kadipaten Limbarawa, berbatasan dengan Kadipaten Jambu. Didaerah ini sangat terkenal akan buah-buahannya, antara lain buah durian yang berbau harum menyengat. Sekar Kusumadewi yang telah mengetahui asal usulnya tampak merenungi dirinya sambil duduk diatas wuwungan rumah yang bisa dicapainya dari jendela kamar yang ditempatinya. Tempat itu merupakan sebuah kenangan masa kecilnya dimana dia sering menghabiskan waktu kalau malam matanya enggan terpejam.

Saat itu rembulan tampak memenuhi langit yang telah letih bersurai sejak siang. Mata Sekar Kusumadewi masih menyisakan butir-butir air mata yang tak ingin mengering diwajahnya yang cantik. Baginya rahasia tentang dirinya merupakan sebuah cambuk yang melecut secara menyakitkan. Tak pernah terbayangkan bahwa dibalik semua perlindungan mang Kasimudewo dan Gaharu Cindhe yang dipanggil bude itu tenyata menyimpan rahasia yang demikian besar. Rasanya tak sanggup untuk membayangkan kenapa semua ini harus terjadi dan tidak bisa dihindari sekalipun dia ingin menyangkal semua itu.

Namun apapun yang terjadi kini atau nanti, Sekar Kusumadewi harus menerima bahwa kenyataannya dia adalah keturunan terakhir Raja Kediri, Jayakatwang yang telah runtuh oleh pengkhianatan Raden Wijaya yang kini menjadi Raja Majapahit. Jadi apa maksudnya bude Gaharu Cindhe dan mang Kasimudewo mengungkapkan rahasia ini ? Bukankah sebaiknya biarkan saja tenggelam dan hidup seperti apa adanya sebagai Sekar Kusumadewi ? Adakah maksud lain dari pengungkapan ini ? Diam-diam pertanyaan itu mulai mengusik pikiran Sekar Kusumadewi yang sedang menekuri diri diatas wuwungan itu. Hawa dingin menyengat tak diperdulikannya, tak juga suara-suara jeritan binatang malam yang menggema jauh dari kegelapan hutan diujung sana.

Sementara itu di pendopo mang Kasimudewo dan Gaharu Cindhe sedang berbincang serius dihadapan sehelai daun lontar yang berisi pesan dari Adipati Limbarawa, yaitu Ki Radiogunjangganjing Basri Hasan. Keduanya menampakkan mimik serius yang menguasai wajah dan kening-kening yang berkerut.

“ Lancang sekali sang adipati mengirimkan surat seperti ini..” desah Gaharu Cindhe dengan nada menggeram dan wajahnya mengeras.

Mang Kasimudewo hanya mengangguk dan bingung untuk mengeluarkan pendapat.

“ Sekalipun seorang adipati, tidak sepantasnya mengirimkan surat untuk meminang Sekar Kuusumadewi sebagai calon selirnya. Dia mengira kedudukannya sudah bisa melakukan hal ini ?” lanjut Gaharu Cindhe berusaha untuk tidak terbawa emosi .

“ Jadi kita harus bagaimana menjawab surat ini, bu ?” tanya mang Kasimudewo akhirnya memberanikan diri walau bagaimana toh surat itu harus mendapatkan jawaban.

Gaharu Cindhe tidak langsung menjawab. Pikirannya sibuk dengan berbagai kemungkinan karna masalah ini pasti akan membawa dampak yang kurang menguntungkan apapun jawabannya nanti. Suasana pendopo itu jadi hening. Mang Kasimudewo ikut pula membebani benaknya dengan keresahannya, dia tak rela bila Sekar Kusumadewi yang sudah dianggapnya sebagai keluarga itu harus menerima kenyataan pahit yang lain. Namun mengabaikan kehendak Adipati Limbarawa yaitu Ki Radiogunjangganjing Basri Hasan juga bukanlah suatu jalan yang terbaik. Sang Adipati ini cukup terkenal dikalangan kerajaan Majapahit dan memiliki banyak pendukung, terutama pendekar-pendekar pasundan yang termasuk dalam Laskar Segara Ireng yang merupakan sebuah pasukan khusus yang dibentuk untuk menakut-nakuti rakyat yang membangkang perintah raja. Dan kadipaten Limbarawa merupakan sebuah kantong penghubung dimana keberadaan para Laskar Segara Ireng ini membuka markas utama mereka disitu. Lambang pasukan khusus Laskar Segara Ireng ini adalah ikat kepala yang bergambar macan tutul bertaring besar dan berwarna merah kekuningan. Siapapun yang menerima ikat kepala itu hanya punya dua pilihan, mati atau mengikuti perintah mereka.

Mang Kasimudewo sedikit tersentak ketika lamunannya terpecah dengan desahan napas Gaharu Cindhe menggetarkan hatinya. Dia tahu kepandaian Gaharu Cindhe sebagai pelayan utama Kerajaan Kediri yang telah runtuh ini, tidak bisa dibilang hanya sekedarnya. Bahkan dulu ada desas-desus bahwa sang pelayan utama ini adalah seorang pendekar perempuan yang paling ditakuti dari daerah Blambangan. Hanya saja dia tidak mengerti mengapa dan darimana asal mula dari kehadirannya sebagai pelayan utama.

“ Kirimkan surat balasannya, mang Kas..” angguk Gaharu Cindhe kemudian setelah menetapkan hatinya,” Katakan aku akan menemuinya sendiri untuk bicara dengan Adipati Ki Radiogunjangganjing Basri Hasan. Tempatnya di Gedong Songo , bangunan ke sembilan didekat dusun Darum , Desa Candi. Tiga hari terhitung dari esok pada saat matahari ditengah “ lanjutnya kemudian dengan sebuah ketegasan.

“ Baiklah, bu..akan kubuat dan kukirimkan surat balasannya besok..” angguk mang Kasimudewo dengan tenang dan kiranya tak perlu bertanya akan bagaimana sang junjungan memberikan jawaban atas surat tersebut.

“ Ingat, mang Kas..jangan katakan apa-apa mengenai surat ini kepada siapapun disini, termasuk Kanjeng Puteri...” ujar Gaharu Cindhe kemudian.

“ Baik, bu..” angguk mang Kasimudewo dengan mantap, kemudian mengundurkan diri dari pendopo .

Gaharu Cindhe tampak merenung sendirian ditemani dengan beberapa obor disekeliling pendopo itu dan lampu minyak yang tergantung diatas palang atap. Beberapa kali Gaharu Cindhe menarik napas dan merasakan sesak yang tidak seharusnya dirasakannya. Setiap keputusan yang akan dibuatnya nanti, tentu membawa hal-hal yang tidak baik kecuali sang Adipati mau menerima alasannya. Hanya saja Gaharu Cindhe merasa kecil kemungkinannya sang adipati mau begitu saja mendengarkan alasannya. Terkadang dalam hati kecilnya, Gaharu Cindhe semakin membenci laki-laki yang terbuai oleh kekuasaan dan harta yang bisa memperlakukan perempuan seenak perutnya sendiri .

“ Mbah putri...ini aku bawakan minuman jahe merah untuk mbah putri..” tiba-tiba sebuah suara sedikit membuyarkan lamunan Gaharu Cindhe.

“ Aah...terima kasih, Karmita..” senyumnya segera mengembang ketika melihat remaja berusia tiga belas tahun yang merupakan anak tunggal mang Kasimudewo itu membawakan semangkuk minuman jahe merah hangat untuknya.

Gaharu Cindhe mengusap lembut kepala Karmita yang selalu menjadi pendaran gembiranya setiap hari. Anak itu sangat dekat kepadanya dan pelan-pelan Gaharu Cindhe juga melatih anak itu ilmu pernapasan tanpa diketahuinya untuk apa. Saking sayangnya pada sosok mbah putri,Karmita selalu menurut setiap perkataannya.

“ Pergilah tidur, nak dan jangan lupa untuk berselimut karna udara malam ini akan sangat dingin..” lanjut Gaharu Cindhe kepada Karmita.

“ Baik , mbah putri..” angguknya tersenyum manis sambil mengecup lengan Gaharu Cindhe , “ Mbah putri tidurnya jangan larut ya..” katanya lagi.

“ Terima kasih, Karmita..mbah putri hanya ingin duduk-duduk dulu disini..” Gaharu Cindhe kembali mengusap kepala Karmita dan memberinya sebuah kecupan sebelum Karmita melangkah meninggalkan pendopo tersebut. Diam-diam Gaharu Cindhe menitikkan airmatanya bila harus mengingat kembali masa lalunya.

Dulu sebelum memutuskan menjadi pelayan utama di kerajaan Kediri, Gaharu Cindhe menikmati masa kebebasannya menjadi seorang perempuan di kerajaan Blambangan yang damai . Kehidupannya sebagai puteri seorang kepala desa di daerah Blambangan sangatlah mengesankan. Dia menikmati setiap detik hidupnya dengan belajar ilmu kanuragan dari seorang pandita hindu yang ingin melepas segala keterikatannya dalam hidup dan memilih sebuah desa yang tenang dan hanya kehijauan sawah menjadi pemandangan dimana-mana . Desa Wringinagung yang berada diwilayah kadipaten Gambiran, Banyuwangi. Dari sinilah Gaharu Cndhe berasal dan dibesarkan. Masa remajanya dihabiskan untuk belajar ilmu dari seorang pandita hindu yang menepi-diri disebuah lereng dipegunungan tengger, yaitu Pandita I Gusti Kompyangsangsaramabukepayang. Pada awalnya sang Pandita hanya mengajarkan tentang kebudayaan hindu namun lama kelamaan dia melihat Gaharu Cindhe amat berbakat dalam hal ilmu silat. Maka dengan diam-diam dia mengajarkan segala ilmu kesaktiannya kepada Gaharu Cindhe yang menerimanya dengan penuh antusias. Selama belasan tahun Gaharu Cindhe belajar ilmu kesaktian sampai akhirnya sang Pandita menghembuskan napasnya karna lelah dimakan usia. Gaharu Cindhe amat kehilangan namun segala bekal untuk menghadapi kerasnya kehidupan telah diperolehnya dari sang Pandita. Seiring dengan itu perkembangan tubuhnya telah banyak menarik minat para lelaki yang melihatnya. Gaharu Cindhe telah tumbuh menjadi seorang perempuan yang sedang dalam puncaknya. Jadilah Gaharu Cindhe sebagai kembang desa Wringinagung yang amat didambakan oleh setiap lelaki, baik yang masih bujangan maupun yang telah beranak-pinak untuk meminangnya menjadi istri. Namun Gaharu Cindhe yang tumbuh dan berkembang dengan rasa bebas dari keterikatan menolak semua pinangan kepadanya . 

Semakin lama, semakin banyak pula pinangan berdatangan. Hal itu membuat rasa tidak nyaman menderanya. Begitu pula dengan orang tuanya yang harus menerima desakan-desakan agar menerima pinangan tersebut. Tentu saja Gaharu Cindhe menolak semua itu sehingga berimbas pada kerikuhan orang tuanya dan membuat hari-harinya di desa Wringinagung menjadi terkekang. Salah satu pinangan itu berasal dari Adipati Kadipaten Pasuruan, yaitu Ki Sungsangdemenbinisingset yang dikenal mata keranjang. Selain itu Adipati Kadipaten Pasuruan juga di kenal sangat ringan tangan dengan kepandaiannya bersilat. Entah berapa sudah perawan dan perempuan molek dikerajaan yang telah menjadi istrinya. Entah berapa pula yang kadang ditemukan tewas tanpa diketahui siapa pelakunya. Reputasinya yang buruk itu telah menyebar kemana-mana dan kini dia mengincar kemolekan Gaharu Cindhe yang waktu itu berumur 18 tahun . Sudah beberapa kali pinangan itu ditolak dengan halus oleh orang tuan Gaharu Cindhe. Namun sebagai seorang pejabat kerajaan hal itu malah membuatnya makin menggila.

Akhirnya suatu hari tibalah utusan sang Adipati Pasuruan untuk yang kelima kalinya dalam mengajukan pinangan kepada keluarga kepala desa tersebut. Kali ini yang datang adalah kepala pengawal Kadipaten Pasuruan yang juga adalah adik dari sang Adipati sendiri. Dia adalah Ki Waroktititbuntungseparuh yang selalu menjadi orang pertama yang menghabisi lawan-lawan sang Adipati. Kepandaiannya sangatlah tinggi apalagi dengan ilmu kanuragan Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng, yang dipelajarinya sambil makan beling dan minum darah kambing hidup-hidup selama seratus hari tanpa putus. Sudah banyak jagoan yang menjadi korban keganasan ilmu kanuragan itu sehingga nyaris tak terdengar ada yang berani menentang kekuasaan sang Adipati ini.

Tentu saja hal ini membuat kepala desa itu menjadi panas dingin. Dengan rasa takut terpaksa dia menerima utusan sang Adipati Pasuruan itu.

“ Selamat datang di desa Wringinagung, tuan-tuan..... Mohon dimaafkan bila penyambutan kami kurang berkenan dihati..” sambutnya sambil menjura memberi hormat. Kepala desa itu bernama Ki Bendingacunginjempol, ayah Gaharu Cindhe sang kembang desa yang menarik minat setiap laki-laki meminangnya.

Ki Waroktititbuntungseparuh hanya mendengus. Matanya liar menyapu ruangan pendopo sang kepala desa. Kumis baplangnya melengkung dengan pongahnya. Pakaian waroknya yang hitam legam itu tampak menutupi baju dalamnya yang belang-belang merah. Sabuk kulit besar tampak melingkari perutnya yang agak buncit itu dengan sekantung tembakau tampak disisi kirinya. Sedangkan disisi kanan pinggangnya tampak sebuah cambuk besar tergulung mengerikan. Kata orang cambuk itu bisa mengeluarkan suara halilintar yang menggelegar dan satu saja sabetannya mampu memotong seekor kerbau tanpa terasa. Tentu saja hal itu membuat Ki Bendingacunginjempol menjadi semakin gerah dan tampak keringat dingin membasahi pakaiannya yang sederhana. Sedangkan enam anak buahnya tampak menggotong tiga buah peti yang tampak berat. Wajah-wajah merekapun tampak tidak bersahabat dan tampak pongah dengan senjatanya masing-masing. Dua orang membawa clurit besar yang mengkilap tajamnya, dua lagi membawa cambuk hitam loreng kuning dan yang seorang lagi membawa golok besar. 

Dengan pongah dan memandang rendah keberadaan sang kepala desa tersebut, Ki Waroktititbuntungseparuh menghempaskan dirinya duduk disebuah kursi besar milik sang kepala desa. Matanya nyalang menatap sang kepala desa yang tampak mengkerut didepannya itu.

“ Ki Bendingacunginpete..!” ujarnya setengah membentak,” Sudah berapa kali pinangan sang Adipati Kadipaten Pasuruan untuk anak perempuanmu kau tolak ?” tanyanya menggelegar.

Kaki Ki Bendinacunginjempol mendadak merasa kakinya gemetar. Mampus kali ini, sumpahnya menyerapah dalam hati.

“ Su..su..sudah em..empat kali , tuan..” jawabnya terbata-bata.

“ Apa alasanmu menolak pinangan sang Adipati ?” bentaknya sambil menggebrak meja dan kasihan sekali meja kayu yang sudah reyot itu patah keempat kakinya sehingga menimbulkan suara berisik, “ Apa kau cari mati ?” lanjutnya garang.

“ Ti..ti..dak, tuan...ha..hanya anak kami..anak kami belum mau menikah..” jawab Ki Bendingacunginjempol dengan susah payah seakan ingin menarik kembali separuh semangatnya yang hendak kabur itu.

“ Sialan kau !! Mana anak perempuan itu, suruh dia keluar. Hari ini dia akan ikut ke Kadipaten Pasuruan untuk menikah dengan Adipati..” bentaknya lagi bagaikan seorang atasan memberi perintah, “ Itu kubawakan mahar untuk menebus anak perempuanmu, cukup untuk beberapa keturunan..” lanjutnya pongah.

Ki Bendingacunginjempol semakin kusut. Keringat sebesar biji jengkol tampak berjatuhan dikeningnya. Keadaannya terjepit dan serba salah. Namun rasa cinta dan sayangnya terhadap Gaharu Cindhe membuatnya sedikit nekad . Dia sadar apapun keputusannya, hanya akan menimbulkan masalah. Tetapi untuk mengoyak kehidupan anak perempuan satu-satunya, Ki Bendingacunginjempol mengambil sikap untuk menentang pinangan ini seperti yang sudah-sudah. Dikumpulkannya semua keberanian yang masih tersisa dihatinya. Ki Bendingacunginjempol tampak berdiri tegak dan menatap Ki Waroktititbuntungseparuh .

“ Maafkan saya, tuan...” ucapnya masih dengan nada sopan,” Sekali lagi saya minta maaf. Saya tidak bisa membenarkan tindakan saya untuk menerima pinangan ini. Jadi tolong sampaikan permintaan maaf kami sekeluarga kepada sang Adipati Kadipaten Pasuruan bahwa kami menolak pinangan atas anak perempuan kami..” lanjutnya dengan suara mulai tenang, perlahan keberaniannya muncul kembali setelah sempat terberai oleh gebrakan Ki Waroktititbuntungseparuh yang menghancurkan meja diruangan itu.

Muka Ki Waroktititbuntungseparuh tampak merah padam. Kemarahannya memuncak. Baru sekali ini dia melihat ada yang berani menentangnya. Matanya berputar liar dan nyalang. Napasnya memburu bagaikan seekor kerbau gila yang hendak menyeruduk siapapun dihadapannya. Perlahan-lahan lalu bangkit berdiri dan kedua tangannya mengepal dengan geramnya.

“ Geledah rumah ini dan temukan anak perempuan itu. Bawa kesini !”bentaknya kepada keenam anak buahnya yang tampak tidak sabaran menunggu perintah tersebut. 

Tanpa menjawab lagi keenam orang itu segera meluruk kedalam rumah dan dengan ganasnya mengobrak-abrik apa yang ditemuinya untuk mencari Gaharu Cindhe.

Tak ada yang bisa diperbuat Ki Bendingacunginjempol untuk mencegah mereka karna dirinya tak bisa ilmu silat. Tentu saja perbuatan keenam anak buah Ki Waroktititbuntungseparuh menimbulkan geger didalam rumah dan terdengar suara suara barang pecah dan rubuh.

“ Siapa kalian ? Keluarrrrrr.....” tiba-tiba terdengar bentakan keras seorang perempuan dari dalam rumah. Kemudian terdengar bak-bik-buk yang riuh dan disusul oleh suara benda jatuh. Tak lama kemudian tampaklah keenam anak buah Ki Waroktititbuntungseparuh keluar dari pintu dalam keadaan lebam dan terpincang-pincang sambil menyeret senjata mereka sendiri.

Sekilas tampak Ki Waroktititbuntungseparuh sedikit bingung. Namun melihat keadaan anak buahnya, sang amarah yang sudah meluap itu menjadi mendidih. Sedangkan Gaharu Cindhe tampak melangkah dengan tenangnya dan matanya menusuk kepada Ki Waroktititbuntungseparuh. 

“ Bapak mundurlah..” ucap Gaharu Cindhe sembari menarik tangan sang bapak agar menjauh.

“ Apa yang engkau lakukan, nak ?” geleng Ki Bendingacunginjempol seperti kebingungan namun sudah terlebih dahulu setengah diseret oleh anaknya sendiri.

“ Aku tidak tahu siapa engkau , kisanak..” telunjuk kiri Gaharu Cindhe menuding tajam kearah sang warok.” Tetapi kalau kau mau bikin ribut, silahkan diluar dan jangan menghancurkan barang-barang yang ada dirumah ini..”desisnya dengan suara bening dan tajam.

Sejenak Ki Waroktititbuntungseparuh terdiam. Mulutnya setengah kelu untuk mengeluarkan kata-kata. Matanya tampak terpesona dengan kemolekan perempuan didepannya itu. Sialan, pantas saja kakakku menginginkannya, sumpahnya dengan gemuruh oleh rasa iri.

“ Baguss...baguss...aku ingin jajal kemampuanmu..” angguknya menerima ucapan Gaharu Cindhe itu sebagai sebuah tantangan, “ Keluarkan semua kepandaian engkau pelajari supaya tidak makan waktu lama untuk bertarung..” lanjutnya dengan nada angkuh. Ki Waroktititbuntungseparuh kemudian melangkah lebar menuju ke halaman depan.

“ Nak..apa yang engkau lakukan ini? Bahaya nak..” Ki Bendingacunginjempol berusaha menahan keinginan Gaharu Cindhe untuk meladeni sang warok.

“ Jangan khawatir, bapak...” jawab Gaharu Cindhe tenang,” Percayalah kepadaku kali ini..” angguknya kemudian.

Gaharu Cindhe dengan tenangnya mengambil posisi membelakangi rumah sehingga dapat melindungi bapaknya. Gaharu Cindhe sendiri sangat waspada karna lawan itu tak bisa dianggap remeh. Sudah lama dia mendengar kebrutalan Ki Warok yang merupakan adik kandung Adipati Kadipaten Pasuruan itu. Namun wejangan sang guru agar selalu tenang dalam setiap pertarungan mengingatkannya untuk tidak gegabah. Gurunya, Pandita I Gusti Kompyangsangsaramabukepayang telah mendidiknya dengan keras dan mewariskan segala ilmu kesaktiannya kepada Gaharu Cindhe. Salah satu satu ilmu andalannya adalah ilmu Candil Kendala Mukti Angin Sedayu, sebuah ilmu kesaktian yang didasari oleh ilmu tenaga dalam murni. Ilmu ini hanya memiliki tiga belas jurus saja namun masing-masing jurus memiliki tiga jurus kembangan sehingga jumlah keseluruhannya ada tiga puluh sembilan jurus . Diam-diam Gaharu Cindhe mempersiapkan jurus pertama ilmu Candil Kendala Mukti Angin Sedayu yakni Angin Sedayu Menepuk Awan Menyanggah Langit dengan jurus kembangan Kitiran Angin Sedayu Menampar Bumi. Gaharu Cindhe menggeser kaki kirinya setengah lingkaran dan kedua tangannya terangkat keatas dengan telapak tangan menghadap ke langit.Sedangkan kaki kanannya menekuk kedepan membentuk kuda-kuda besi .

Ki Waroktititbuntungseparuh memandang remeh gerakan perempuan itu. Sikap sombongnya mendera keras dan gelak tawanya menggelegar serta menyemburkan bau yang teramat busuk. Kakinya melenggang kearah Gaharu Cindhe dan tangan kanannya yang besar itu menampar seadanya. Namun kesiuran angin tajam menyembur deras. Rupanya Ki Waroktititbuntungseparuh telah mengerahkan ilmu Buaya Besi Menerjang Gunung yang dipelajarinya dari gunung Kelud. Ki Warok tititbuntungseparuh disaat-saat akhir mengubah pendiriannya dan berusaha menyerang sekeras mungkin agar bisa menaklukkan perempuan itu. Rupanya senyum genit penjaga warung didesa sebelah telah menari-nari dipelupuk matanya. Ki Waroktititbuntungseparuh sangat yakin bisa menundukkan perempuan itu hanya dengan satu jurus saja !

Gaharu Cindhe tidak melepaskan ketenangannya. Sekali lagi kaki kirinya membuat satu gerakan memutar setengah lingkaran sehingga tamparan itu melewati pundaknya namun meninggalkan rasa nyeri disana. Namun Gaharu Cindhe tidak memperdulikannya. Dengan gerakan kilat kaki kanannya kini memutar selingkaran penuh dan kedua tangannya menghantam dengan telak kearah dada Ki Waroktititbuntungseparuh yang terkejut dan berusaha untuk menangkis dengan tangan kirinya. Tak urung walaupun masih bisa menangkis hantaman itu, dadanya terasa sesak ketika hempasan kedua tangan Gaharu Cindhe yang dipenuhi tenaga dalam itu mendera dadanya. Tangan kiri Ki Waroktititbuntungseparuh terasa nyeri dan tubuhnya doyong selangkah kesamping. Gaharu Cindhe sendiri sedikit meringis ketika tangan besar itu menangkis kedua tangannya. Namun Gaharu Cindhe tetap tenang dan menyembunyikan keterkejutannya.

Ki Waroktititbuntungseparuh menggeram. Matanya melotot. Tidak pernah disangkanya kalau dalam satu jurus saja, dirinya bisa kena pukulan perempuan yang diremehkannya itu. Kini sikapnya berubah serius. Tatapan matanya nyalang seakan ingin menakar kemampuan perempuan denok itu. Pertarungan pada jurus pertama itu telah memberinya peringatan agar tidak sembrono. Namun apa lacur, Ki Waroktititbuntungseparuh masih saja ingin mengandalkan jurus-jurus ilmu Buaya Besi Menerjang Gunung , miliknya. Sebenarnya ilmu itu sangatlah dahsyat namun memiliki pantangan besar yaitu tidak boleh main perempuan ! Ilmu Buaya Besi Menerjang Gunung itu diciptakan oleh seorang pertapa jalanan yang hidup menyendiri dimasa tuanya dilereng gunung Kelud. Dengan ilmu itu pula dia malang melintang dalam dunia persilatan dan sulit dicari tandingannya. Akhirnya sang pertapa merasa bosan dan hidup menyendiri dilereng gunung Kelud untuk melupakan segala keriuhan dunia persilatan. Pertapa itu dulunya dikenal sebagai seorang pemuka agama hindu , yaitu Ki Crengceng Bintanginuljembul namun kehidupannya sebagai pertapa dan pengajar agama, tidak membuat hidupnya bahagia. Itulah sebabnya kemudian dia berkelana kemana-mana menuruti langkah kakinya membawa. Pertemuannya dengan Ki Waroktititbuntungseparuh hanyalah sebuah kebetulan dan diselah-selah kebosanannya akan pertarungan, sang pertapa Ki Crengceng Bintanginuljembul mau saja menuruti kemauan Ki Warok tititbuntungseparuh yang ingin mempelajari ilmu kesaktiannya. Sang pertapa sendiri dapat melihat bahwa ilmu itu takkan sempurna ditangan orang seperti Ki Warok yang senang menggauli perempuan itu.

Ki Waroktititbuntungseparuh mana mau mendengar pantangan itu ? Bahkan dia tak peduli dengan larangan sang pertapa . Kini dia mulai merapal jurus kedua ilmu Buaya Besi Menerjang Gunung, yaitu Buaya Besi Mengibas Angkaramurka. Ki Waroktititbuntungseparuh menjejak kedua kakinya dengan keras dan kedua tangannya melesat silih berganti dengan gerakan mencakar dan tiba-tiba saja kaki kanannya mencuat bagaikan kilat menghantam ke arah kepala Gaharu Cindhe. Suara geraman mengikuti lesatan kaki itu untuk membuyarkan perhatian lawan namun Gaharu Cindhe tidak tertipu dengan hal itu. Dengan berani Gaharu Cindhe menyambutnya dengan jurus kembangan keduanya, yaitu Kitiran Angin Sedayu Menyibak Belantara. Tubuhnya berputar deras sehingga mengaburkan bentuk tubuhnya dan kedua kaki ramping itu menyepak berkali-kali membentur kaki kanan Ki Waroktititbuntungseparuh dengan kerasnya. Benturan itu membuat keduanya terpental kebelakang dan debu-debu berhamburan akibat bertemunya dua tenaga dalam yang berbeda. Sekalipun merasa kakinya nyeri , Gaharu Cindhe melanjutkan serangannya dengan jurus kembangan ketiga, yaitu Kitiran Angin Sedayu Menapak Langit. Tubuhnya melenting dan melayang diudara sedangkan kakinya mematuk-matuk bagaikan rajawali menuju sasarannya ke kepala Ki Warok tititbuntungseparuh yang masih terseok kesakitan dan tulang keringnya membiru. 

Tentu saja Ki Waroktititbuntungseparuh kelabakan. Namun nama besarnya dalam bunia persilatan bukanlah hal yang mengada-nada. Sambil menjatuhkan diri dia merapal jurus ketiganya, yaitu Buaya Besi Menopang Gunung. Kedua tangannya yang besar itu menjejak tanah dan kedua kakinya menendang keatas menyambut kitiran kaki Gaharu Cindhe. Kembali mereka berbenturan dan Ki Waroktitit buntungseparuh terguling-guling sampai tiga depa jauhnya , demikian juga dengan Gaharu Cindhe terpental dan jatuh terduduk sambil meringis. Gaharu Cindhe merasakan kedua kakinya sakit dan dengan segera dia mengerahkan tenaga dalamnya kearah kaki untuk menghilangkan rasa nyeri itu. Kini Gaharu Cindhe kembali bersiap dengan sebuah jurus yang lain. Tak tanggung-tanggung dia mempersiapkan jurus ke-enam dari ilmu Candil Kendala Mukti Angin Sedayu yaitu Angin Sedayu Meniti Tangga Langit dengan jurus kembangan pertamanya Kitiran Angin Sedayu Merayu Dewi Persik . Sedangkan lawannya Ki Waroktitit buntungseparuh telah mengeluarkan cambuk besar dari ikatannya. Cambuk besar yang terbuat dari kulit kerbau itu dipilin bersama dengan kawat-kawat baja hitam yang telah direndam dengan racun bunga lambada yang hanya tumbuh dipuncak gunung Kelud.

Kemarahannya telah memuncak dan segala keelokan Gaharu Cindhe tak lagi menari dan mengusik hatinya. Perempuan itu harus mati dan tak peduli nanti kakang Adipati Pasuruan akan menghukumnya. Ki Waroktititbuntungseparuh tak lagi dapat menahan rasa malunya karna dalam tiga jurus pertama saja dia harus mengalami luka walaupun tidak parah. Dia terlalu meremehkan perempuan anak kepala desa itu.

“ Sialan dangkalan, kuwi perempuan busuk !!” bentaknya menggelegar dan cambuk besar yang mengerikan itu mengeluarkan ledakan-ledakan ketika tangannya menghentaknya berkali-kali sehingga tanah dan batu beterbangan kemana-mana.

Gaharu Cindhe tak menggubris makian itu. Matanya tajam mengawasi pergerakan cambuk besar itu dan menghitung posisinya sekarang. Gaharu Cindhe mulai melangkah mendekati Ki Waroktititbuntungseparuh dengan jurus Kitiran Angin Sedayu Merayu Dewi Persik-nya. Langkah kaki Gaharu Cindhe tampak biasa saja namun bagi mata seorang pesilat tangguh dapat melihat bahwa langkah kaki itu berdasarkan pergerakan seekor macan tutul. Melihat itu Ki Waroktititbuntung separuh menggerakkan cambuk besarnya dan ujung cambuk yang pecah itu tampak meliuk tajam mengincar kepala Gaharu Cindhe dan tangan kirinya mengeluarkan sebuah pisau panjang yang entah dimana dia menyembunyikannya. Cambuk besar itu mengeluarkan suara mendengung dan meledak-ledak ketika beberapa guncangan tangan Ki Waroktititbuntung menyentaknya. 

Gaharu Cindhe terus melangkah dan tiba-tiba dia melompat dan menerkam kearah dada dan leher lawannya tanpa peduli dengan cambuk yang meledak-ledak itu. Tentu saja jangkauan cambuk itu hanya mengenai angin kosong dan terjangan Gaharu Cindhe dengan kedua tangannya itu disambut oleh tebasan pisau panjang ditangan kiri sang warok. Gaharu Cindhe mengelak dengan liukan badannya dan tangan kanan yang mengarah ke dada itu menukik tajam lalu menghantam pergelangan tangan Ki Waroktititbuntungseparuh dengan kerasnya sehingga pisau tersebut mental. Ki Warok berusaha membalas dengan ujung gagang cambuknya kearah kepala Gaharu Cindhe namun terlambat, sebuah sabetan pinggir telapak tangan Gaharu Cindhe tepat mengenai tenggorokannya. 

Ki Waroktititbuntungseparuh seketika menjerit panjang dan merasakan nyeri hebat melanda tenggorokannya. Mukanya langsung memucat ketika sebuah tendangan kaki perempuan itu berlanjut menghantam dadanya dengan keras ! Tak hanya sampai disitu, tangan kanan Gaharu Cindhe yang memukul tangan Ki Warok yang memegang pisau itu kini meluncur deras dalam hentakan kakinya yang menjejak tanah dan kembali Ki Warok merasakan nyeri yang lain mengenai pundak kanannya sehingga cambuk besar itu terlempar jatuh. Ki Waroktititbuntung separuh kali ini tidak lagi dapat menguasai dirinya dan tubuhnya yang besar itu terjengkang dengan kerasnya ketanah dan muntah darah. Gaharu Cindhe melentingkan tubuhnya kebelakang dan ketika mendarat dia memutar tubuhnya dan kaki kanannya menendang dengan keras kearah gagang pisau panjang yang tergeletak diatas tanah . Pisau itu meluncur deras dan menancap dileher Ki Waroktititbuntungseparuh yang mencoba bangkit dari jatuhnya tadi.

Ki Waroktitibuntungseparuh melotot dan memegang pisau yang hanya tersisa gagangnya saja. Nyawanya meregang saat itu juga. Kecerobohannya meremehkan Gaharu Cindhe telah berbuah kematian dan ilmu kanuragan Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng yang dimilikinya dan telah membesarkan namanya dalam dunia persilatan itupun tak sempat digunakannya. Sedangkan ke-enam anak buah Ki Waroktititbuntungseparuh segera berlutut dan menyembah-nyembah minta ampun kepada perempuan itu. Gaharu Cindhe menatap mereka dengan tajam dan melangkah mendekati mereka semua.

“ Kuampuni kalian kali ini. Angkat mayat ini dan kuburkan dia dikebun belakang rumah. Kalau kalian bicara, maka jangan salahkan aku bila nanti kucari kalian satu per satu dan kuhabisi nyawa kalian...” desisnya mengancam.

Tentu saja mereka semakin ketakutan dan dengan tergopoh-gopoh mereka membawa jasad Ki Waroktititbuntungseparuh kekebun yang ada di belakang rumah kepala desa itu. Tak lama kemudian pekerjaan itu selesai dan diatas tanah itu mereka tanami dengan pohon pisang. Gaharu Cindhe mengumpulkan mereka semua dan membagi-bagikan harta yang dibawa sebagai mahar untuknya itu kepada mereka.

“ Pergilah kalian mencari penghidupan baru dan jangan kembali ke Kadipaten Pasuruan. Harta ini cukup untuk kalian memulai hidup baru ditempat yang jauh dari sini. Ingat ini baik-baik. Kalau kutemui kalian dan masih melakukan hal-hal yang tidak baik, maka nyawa kalian akan kuantar keneraka..!” ujar Gaharu Cindhe dengan dingin.

Ke-enam bekas anak buah Ki Waroktititbuntungseparuh itu hanya bisa manggut- manggut tanpa berani bicara atau memandang kepada Gaharu Cindhe. Akhirnya mereka segera minggat dari rumah kepala desa itu dengan membawa harta bagian mereka masing-masing. Sebagian lagi harta itu disimpan kepala desa dan mereka juga mulai memikirkan daerah yang akan dituju. Gaharu Cindhe sendiri memutuskan untuk merantau agar keselamatan orang tuanya tidak terancam oleh pinangan-pinangan kepadanya. 

Gaharu Cindhe pun memulai petualangannya menjauh dari desa Wringinagung dan tujuannya adalah kadipaten Pasuruan ! Gaharu Cindhe tidak bisa mendiamkan saja sang Adipati yaitu Ki Sungsang demenbinisingset bergumul dengan kebiasa annya mempermainkan perempuan. Sedangkan Gaharu Cindhe sendiri tidak mau sang Adipati nanti mengirimkan utusan lain untuk menyelidiki keberadaan sang adik sehingga dapat membahayakan keluarganya. Dengan berat hati Gaharu Cindhe meninggalkan desa dan keluarganya. Perjalanan itu sebenarnya amat dinanti olehnya dan harapan untuk melihat dunia luar semakin terbuka lebar. Namun dimanapun Gaharu Cindhe melangkah maka yang ditemui hanyalah lelaki iseng yang selalu menggoda dan mengusiknya. Semuanya berakhir dengan kematian dan dunia persilatanpun mulai ramai memperbincangkan kehadirannya. Apalagi ada yang menjulukinya Perempuan Iblis dari Blambangan. Kini tak ada lagi lelaki iseng dan mata keranjang yang berani mengusiknya.

Akhirnya setelah berbulan-bulan perjalanan santai yang dilakukan Gaharu Cindhe, tibalah dia di Kadipaten Pasuruan. Sebuah daerah yang amat subur dan banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon jati. Namun pemandangan yang dilihatnya dari masyarakat yang ada di tiap desa maupun kota adalah langkanya melihat perempuan-perempuan muda dan cantik. Selidik punya selidik, ternyata mereka semua banyak yang diungsikan ke Kerajaan Kediri untuk menghindarkan terjadinya pinangan sang Adipati yang banyak diantaranya berujung kematian.

Banyak pula tatapan mata melihat kedatangan Gaharu Cindhe diibukota kadipaten itu dengan pandangan takut. Mereka takut terulang lagi pemandangan yang mereka lihat dimana pendatang-pendatang terutama perempuan muda dan cantik akhirnya menjadi korban nafsu sang Adipati. Namun Gaharu Cindhe tak peduli. Kecantikannya memancar deras dari pakaian sutera hitam model kebaya dengan kemben warna merah dan celana selutut warna hitam pula. Sedangkan betis indahnya terbalut oleh tali temali dari kasut kulit yang dikenakannya. Rambutnya yang panjang dikepang menjadi satu dan terikat tali jerami warna kuning sehingga penampilan Gaharu Cindhe amatlah mencolok.

“ Hendak kemanakah engkau, kisanak ?” bisik seorang pemilik warung makan yang disinggahi oleh Gaharu Cindhe, wajahnya yang tua tampak meluncurkan rasa khawatirnya.

“ Hanya jalan-jalan saja, ibu..” jawab Gaharu Cindhe enteng.

” Lebih baik menjauh dari kota ini, nona..” bisiknya lagi sambil menaruh piring yang berisi makanan yang dipesan oleh Gaharu Cindhe.

“ Kenapa memangnya, bu ?” tanya Gaharu Cindhe tersenyum. Dia sudah menyelidiki hal itu dan sengaja memperlihatkan dirinya secara terang-terangan.

“ Aduuh, nona. Kalau bisa segeralah pergi menjauh dari kota ini..” jawabnya kemudian tanpa menjelaskan alasannya.

“ Tenang saja bu. Takkan terjadi apa-apa..Kudengar sang adipati ini mata keranjang dan selalu menyusahkan rakyat..” ucap Gaharu Cindhe tak peduli. Bberapa lelaki tampak menyeringai dan diam-diam berkasak-kusuk melihat kenekatan perempuan muda yang cantik itu.

Sang ibu penjaga warung itu hanya menggelengkan kepalanya dan menarik napas. Dia sudah memberi peringatan dan kalau perempuan itu menolaknya, dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Segera ditinggalkannya Gaharu Cindhe yang tampak lahap menikmati makan siangnya itu.

Tak berapa lama kemudian datanglah beberapa orang bertampang sangar ke warung itu dan mendatangi meja dimana Gaharu Cindhe sedang makan. Mereka sama sekali tidak mengenal Gaharu Cindhe sebagai Perempuan Iblis dari Blambangan dan hanya melihatnya sebagai perempuan muda nan molek yang diinginkan sang adipati.

“ Nona, silahkan ikut kami menemui sang Adipati..” kata seorang yang memiliki codet memanjang dipipi kirinya itu.

Gaharu Cindhe tidak mengacuhkannya. Dia menghabiskan makanannya dan meneguk segelas air teh yang tadi dipesannya.

“ Nona, jangan mempersulit keadaan. Ikut kami menemui sang Adipati. Semua orang yang datang ke kota ini harus menemui Adipati untuk menjelaskan kehadirannya disini..” kata yang seorang lagi dengan tak sabar. Wajahnya tirus dan matanya kecil, melambangkan seorang yang amat licik dan kejam.

Gaharu Cindhe menoleh dan pandangannya yang dingin mendadak membuat beberapa orang itu merasakan kekejaman yang amat sangat.

“ Kembalilah dan katakan kepada sang Adipati. Kalau ingin menemuiku, silahkan datang ke hutan jati sebelum matahari terbenam hari ini..” ujarnya dengan sikap dingin dan sama sekali tidak tertarik untuk mengikuti mereka.

Beberapa orang itu terdiam. Ada sesuatu dalam sikap perempuan itu yang membuat mereka tidak mau terlalu memaksakan kehendak mereka. Salah satu yang agak tua menahan yang lain dan dia membungkuk sedikit kepada Gaharu Cindhe.

“ Baiklah, akan kami sampaikan pesan nona..” angguknya lalu membalikkan badan dan melangkah pergi diikuti yang lainnya.

Gaharu Cindhe tak begitu peduli dan kembali duduk. Dia meneruskan makannya dan menikmati hidangan itu dengan sedikit lahap. Sementara pengunjung yang lain tampak memperhatikan sikap perempuan itu ketika menghadapi begundal- begundal sang Adipati dengan demikian tenangnya. Tampak ada rasa takut untuk membuat perempuan itu marah dan mereka meneruskan kesibukannya lagi. Tak ada yang iseng ataupun mencoba mengusik ketenangannya, demikian juga halnya dengan ibu penjaga warung itu. Gaharu Cindhe kemudian pergi meninggalkan warung itu setelah membayar makanannya. Langkahnya santai dan tampak menikmati keramaian kota Pasuruan menjelang matahari rebah itu. Berbagai makanan kecil banyak dijual namun kebanyakan orang-orang yang lalu lalang malah menikmati kecantikan Gaharu Cindhe yang melangkah santai itu.

Namun Gaharu Cindhe tidak memperdulikan pandangan orang-orang kepadanya. Tujuannya ke kota itu hanya satu, yaitu menghentikan kebiasaan buruk sang adipati, apapun caranya. Gaharu Cindhe telah membulatkan tekadnya, dia harus mengakhiri semua itu. Kemudian langkahnya membawa dirinya menuju keluar kota dan terus melangkah dengan cepat menuju hutan jati yang menjadi tempat pertemuannya nanti dengan sang adipati. Gaharu Cindhe menyadari bahwa sang adipati tidak akan datang sendirian dan pasti akan ditemani para begundal yang selalu menjadi tameng dirinya. Ujung perjalanan itu berakhir pada sebuah ukit kecil dimana banyak pohon-pohon jati besar tumbuh disana. Disitu ada sebuah lapangan yang cukup luas dan Gaharu Cindhe mengambil tempat strategis dimana dia bisa mengamati sekeliling tempat itu dengan leluasa.

Sepeminum teh kemudian tampaklah para begundal sang Adipati Pasuruan berjalan cepat dan mengawal Ki Sungsangdemenbinisingset yang berjalan ditengah. Perawakannya yang tinggi besar itu mengingatkan Gaharu Cindhe akan lawan yang juga adik sang adipati yang telah ditewaskannya. Gaharu Cindhe menghitung para begundal yang mengikuti sang Adipati Pasuruan itu, semuanya ada delapan orang dan memiliki penampilan sebagai pesilat-pesilat tangguh. Sang Adipati sendiri tampak begitu tenang dan matanya menatap nyalang dari kejauhan. Tentu saja hal itu tidaklah mengherankan karna dia adalah pemilik ilmu kanuragan Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng yang juga dipelajari sang adik Ki Waroktititbuntungseparuh yang telah tewas itu. Namun dibandingkan dengan sang adik, Adipati Pasuruan ini telah menguasai ilmu itu dengan sempurna dan merupakan satu-satunya ilmu andalan yang terus diasahnya. Hal inilah yang menakutkan bagi rakyat untuk berurusan dengannya sehingga apapun yang dikehendakinya tidak ada yang berani melawan langsung.

Gaharu Cindhe sendiri tidak mau memandang remeh lawannya itu. Dia sadar bahwa kepandaian sang adipati pasti lebih hebat dari adiknya. Dalam perjalanannya Gaharu Cindhe juga mendengar kesibukan sang adipati untuk mencari keberadan adiknya yang menghilang bak ditelan angin itu. Namun usaha itu menjadi sia-sia disamping juga keluarganya telah mengungsi jauh dari daerah kelahirannya. Hal itu harus dilakukan karna hanya kaan membawa bencana bila tetap bertahan dan Gaharu Cindhe tidak menghendakinya. Itulah pesannya kepada sang bapak sebelum dia pergi merantau. Gaharu Cindhe sendiri dapat merasakan aroma magis dari kejauhan yang berhembus dari sang adipati. Namun Gaharu Cindhe telah memantapkan hatinya dan apapun yang terjadi dia akan berusaha menghentikan sang adipati agar tidak lagi menyebar kemaksiatannya.

“ Hmmm...rupanya inikah sang bidadari yang kalian maksud ? Tak percuma aku susah payah datang kesini...” ujar sang Adipati Pasuruan itu tergelak dalam rasa tertariknya terhadap keelokan Gaharu Cindhe. Para begundalnya ikut pula tertawa dan merasa senang karna bisa memuaskan junjungannya.

“ Siapakah engkau nona yang cantik ?” tanya sang adipati dengan lagaknya yang genit dan sinar matanya liar menggerogoti kemolekan Gaharu Cindhe.

Namun Gaharu Cindhe tidak meladeni ucapan itu. Matanya menatap tajam kepada lawannya dan mengukur kemampuan para begundal yang setia mengikutinya. Dia telah memutuskan bahwa para begundal itu harus disingkirkannya terlebih dahulu baru bisa dia menghadapi lawan setangguh Ki Sungsangdemenbinisingset, sang Adipati Pasuruan.

“ Siapa aku tidaklah begitu penting..” ucap Gaharu Cindhe dingin dan tidak juga beranjak dari duduknya diatas sebuah batu besar disitu.

Sang Adipati tertawa bergelak dan sama sekali tidak tersinggung dengan sikap Gaharu Cindhe itu. Sedangkan para begundalya tampak tidak senang namun juga tidak berani lancang mendahului junjungannya dalam bertindak.

“ Hmm...rupanya benar juga selentingan berita bahwa Perempuan Iblis dari Blambangan sangatlah dingin dan sombong. Aku jadi penasaran sehebat apakah dirimu ini ?” ujar Ki Sungsangdemenbinisingset dengan ringannya.

Mendengar nama itu disebut para begundalnya tampak menjadi jeri karna mereka mendengar akan kekejaman Perempuan Iblis dari Blambangan dalam menghadapi lawan-lawannya. Gaharu Cindhe sendiri cukup terkesan dengan ketajaman mata dari lawannya itu. 

“ Rupanya nama besar Adipati Pasuruan bukanlah omong kosong belaka..” jawab Gaharu Cindhe masih terdengar dingin, “ Pantas saja para perempuan cantik didaerah ini menghilang dan hanya tersisa nenek-nenek peot saja..” lanjutnya sedikit memaki .

“ Huahahahahahahahahahaha....” Ki Sungsangdemenbinisingset tertawa lebar dan tatapan matanya yang nyalang itu berusaha mengukur kepandaian silat perempuan denok didepannya itu , “ Aiihh..engkau akan menjadi pasanganku yang sangat hebat sekali kalau engkau mau kujadikan istri..” lanjutnya.

“ Jangan pernah bermimpi !” bentak Gaharu Cidhe mulai panas hatinya.

“ Seharusnya engkau menerima saja pinangan junjungan kami, nona. Hidupmu akan penuh dengan kemewahan..” seorang dari para begundal itu mendadak menyelutuk dengan suara lantang. Perawakannya sedang namun matanya yang sipit itu menjalar bagaikan api ditengah malam.

“ Biar aku menjajal kemampuanmu, Perempuan blis..!” bentaknya sambil melompat dan menyerang Gaharu Cindhe dengan sebuah golok melengkung dan mengeluarkan desingan hebat menuju kepada Gaharu Cindhe.

Gaharu Cindhe tidak bergerak dari duduknya dan hanya menatap tajam datangnya serangan itu. Dengan tenangnya dia menyepak sebuah batu seukuran tinjunya dan batu itu melayang secepat kilat kearah golok tersebut. Si mata sipit terus menyerang dan goloknya terus terayun menghantam batu yang deras itu. Golok itu patah dan tubuhnya terjengkang dengan beberapa tulang rusuk patah ! Simata sipit menjerit keras dan pingsan ! Tentu saja hal itu sangat mengejutkan para begundal yang lainnya, padahal mereka mengenal si mata sipit sebagai pesilat yang cukup tangguh diantara mereka. Tanpa banyak bicara lagi dua orang segera melesat dan bergerak menyerang Gaharu Cindhe dengan ganasnya. Yang satu bercodet bersenjatakan sebuah ruyung tulang ikan yang sangat beracun. Si codet pernah menegur Gaharu Cindhe di warung makan tadi siang. Yang satu lagi si perut buncit dan memegang sebuah toya besi yang tampak berat.

Sicodet menyerang kepala Gaharu Cindhe dengan ruyung tulang ikan beracun itu dan saking hebatnya tenaga dalam yang dimilikinya, ruyung tulang ikan itu menjadi kaku seperti sebuah pedang. Sedangkan di perut buncit mengayunkan toyanya sampai berdering dan bebatuan beterbangan kemana-mana. Namun sekali lagi Gaharu Cindhe tidak terlalu memberi perhatian. Tubuhnya melenting melewati ruyung tulang ikan itu dan tiba-tiba jari tangan kanannya terpentang dan dengan telak menghantam kepala si codet . Terdengar suara keras dan si codet tewas seketika tanpa mengerti bagaimana itu terjadi. Tak sampai disitu Gaharu Cindhe menjejak kakinya pada tubuh si codet yang sempoyongan itu dan tahu-tahu ujung tumitnya telah menghantam belakang kepala si perut buncit tepat pada ruas ketiga tulang dibawah kepalanya. Si perut buncit menjerit panjang dan nyawanya melayang. Tulang ruas ketiga itu hancur seketika.

Gaharu Cindhe mendarat dengan lembut ditanah dan berdiri menghadapi mereka. Ki Sungsangdemenbinisingset belumlah bergerak dan matanya nyalang melihat gerakan Gaharu Cindhe yang telah menewaskan tiga begundalnya itu. Melihat ketiga temannya tewas, kelima begundal itu serentak menyerang Gaharu Cindhe yang dipanggil sebagai Perempuan Iblis dari Blambangan itu dengan berbagai macam senjata. Namun kali ini gaharu Cindhe tidak ingin bertindak setengah- setengah, tiba-tiba saja tangannya merogoh buntalan kain yang terikat di pinggungnya dan sebuah cambuk besar berdesing meledak-ledak diudara. Itu adalah cambuk milik Ki Waroktititbuntungseparuh ! Cambuk besar itu menyambar kedepan dan mengeluarkan ledakan beruntun . Kelima begundal yang tersisa itu terhentak ketika cambuk itu menukik dan menghantam kepala mereka. Semuanya tewas secara mengenaskan tanpa bisa menyelesaikan serangannya.

Kali ini Ki Sungsangdemenbinisingset tampak terkejut. Matanya melotot ganas ketika melihat cambuk besar milik adiknya itu berada ditangan Perempuan Iblis dari Blambangan ! Berarti adiknya telah tewas karna cambuk itu tak pernah berpisah sekalipun dia tidur malam hari. Gemuruh amarahnya memuncak. Urat- urat ditangannya menggelembung dan giginya gemerutuk menahan amarah yang ingin segera dikeluarkan. Gaharu Cindhe telah bersiap. Dia tahu bahwa cambuk itu akan membuat sang adipati marah besar. Kini Gaharu Cindhe berdiri berhadapan dengan sang adipati dan matanya tajam menghunjam .

“ Darimana cambuk itu kau dapatkan ?” tanya Ki Sungsangdemenbinisingset mendesis tajam .

“ Ini ? Ah, ini milik seorang begundal suruhanmu. Ternyata kepandaiannya tak sehebat ilmu menjilat kepada junjungannya..” jawab Gaharu Cindhe sambil membakar amarah sang adipati.

“ Sialan kau Perempuan Iblis dari Blambangan ! Kuhancurkan kau hari ini..!” bentak sang adipati bergemuruh dan daun-daun jati sampai berguguran karna suara itu penuh berisi tenaga dalam magis.

Ki Sungsangdemenbinisingset kini tak lagi sungkan. Suara meringkik keluar dari mulutnya dan matanya memerah. Tubuh besar itu kini mulai menari-nari. Itulah ilmu kanuragan Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng yang telah mencapai puncak kesempurnaannya. Seketika Gaharu Cindhe merinding dan udara disekitar tempat itu menjadi panas luar biasa. Sang adipati terus menari dan menari. Tiba-tiba saja dia berbalik dan kedua kakinya melesat menggaruk tanah. Batu-batu dan tanah beterbangan menyambar kearah Gaharu Cindhe ! Melihat hal itu Gaharu Cindhe memutar cambuk besar ditangannya dan batu-batu serta tanah itu seperti membentur tembok . Namun besarnya tenaga dalam yang berisi ilmu magis itu membuat tangan Gaharu Cindhe kesemutan dan cambuk besar itu nyaris terlepas dari tangannya. Namun Gaharu Cindhe mengeraskan hatinya dan cambuk besar itu dihentakkannya kearah Ki Sungsangdemenbinisingset yang masih terus menari seperti orang kesurupan itu. Cambuk besar itu berkali-kali mengenai sang adipati tetapi tidak menimbulkan apa-apa, malahan cambuk besar itu kemudian hancur berantakan.

Rupanya ilmu kanuragan Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng yang dimiliki Ki Sungsangdemenbinisingset telah melindungi tubuhnya dengan hawa magis tersebut. Suara ringkikan kuda liar menjerit bagaikan iblis dari neraka dan Gaharu Cindhe terkejut karna tiba-tiba saja sang adipati menyeruduknya dengan ganas. Gaharu Cindhe cepat mengerahkan ilmu Candil Kendala Mukti Angin Sedayu tingkat ke sepuluh miliknya, yaitu Angin Sedayu Membelah Langit. Tiga jurus kembangan itu langsung diterapkannya dalam satu rangkaian menahan pukulan lawan sekaligus balik menyerang pula. Jurus kembangan pertama ditingkat sepuluh itu adalah Kitiran Angin Sedayu Menampar Cakrawala yang digunakannya untuk membendung serudukan itu. Kali ini tenaga dalam Gaharu Cindhe sedikit dibawah Ki Sungsangdemenbinisingset. Benturan itu mengakibatkan dadanya sesak dan dari ujung bibirnya mengalir darah segar. Gaharu Cindhe tidak mau diam saja. Jurus kembangan kedua ditingkat sepuluh itupun digunakannya, yaitu Kitiran Angin Sedayu Menendang Bintang. Gaharu Cindhe meliukkan badannya kian kemari dan kakinya bergantian melesat secepat kilat membentur tubuh lawannya. Semua diterima oleh sang adipati dengan ilmu kanuragannya itu sekalipun darah juga mulai mengalir dari bibirnya. Tak hanya sampai disitu, jurus kembangan ketigapun di lancarkan Gaharu Cindhe. Kitiran Angin Sedayu Menyembah Budha Langit . Tubuhnya melenting keudara untuk menghindari geraman dan tendangan kebelakang bagaikan kuda liar milik sang adipati yang kesurupan dengan ilmunya sendiri itu. Kali ini sasaran Gaharu Cindhe adalah ubun-ubun kepala lawannya ! Kedua tangannya bersidakap seperti orang yang hendak berdoa dan tubuh itu meluncur deras dalam himpunan tenaga dalam yang hebat.

Ki Sungsangdemenbinisingset agak terkesiap. Dibacanya beberapa mantera ajian dari ilmu Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng sehingga dari kepalanya keluar asap berwarna keputihan. Ringkikan kuda kembali terdengar dari mulutnya dan semakin menggila. Sang adipati menerima pukulan kearah kepalanya dengan sebuah tendangan kilat ke arah dada Gaharu Cindhe. Mendapat serangan balik Gaharu Cindhe mengubah arah pukulannya menyambut tendangan itu. Sang adipati menyeringai melihat hal itu dan merasa unggul dalam hal tenaga dalam. Namun kali ini dia tertipu. Gaharu Cindhe bukannya beradu pukulan dengan tendangan. Dengan gerakan manis Gaharu Cindhe memutar badannya dibawah lesatan kaki sang adipati dan kedua tangannya yang masih bersidakap itu menghantam titik lemah dibelakang lutut sang adipati. Kontan saja hal itu langsung membuyarkan ilmu kanuragan Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng, miliknya. 

Gaharu Cindhe yang mendapat angin , langsung meneruskan serangannya dengan tingkat kesebelas dari lmu Candil Kendala Mukti Angin Sedayu, yaitu Angin Sedayu Menulis Huruf Dilangit. Gaharu Cindhe melancarkan jurus kembangan pertamanya yakni Kitiran Angin Sedayu Memencar Raga . Tangannya bergetar dan hampir seluruh tenaga dalam memenuhi kedua tangannya. Gaharu Cindhe melangkah mendekati Ki Sungsangdemenbinisingset seperti tidak bermaksud melancarkan serangan. Sang adipati tampak kesakitan dan sebelah kakinya nyaris lumpuh. Ketika melihat kedatangan Gaharu Cindhe yang melangkah kearahnya, sang adipati tak lagi sempat merapal ilmu kanuragannya. Tangannya yang besar itu menampar sedangkan satu tangan lagi membacok dari atas ke bawah . Itulah jurus yang baru diciptakannya, yaitu ilmu Kunciran Darah Perawan. Ilmu itu belum sempurna namun terpaksa digunakannya. Gerakan sederhana itu tidak memberikan ancaman berarti namun Gaharu Cindhe dapat merasakan desiran tajam mendera tubuhnya sehingga kebaya sutera hitam itu robek seperti disayat pisau tajam dibeberapa tempat.

Gaharu Cindhe sudah siap sedia. Kedua tangannya menangkis tamparan dan bacokan tangan lawannya sehingga tangannya nyaris lumpuh namun sang adipati sama sekali tidak pernah menyangka bahwa ujung sendal kulit dikaki kanan perempuan itu menghantam dengan telak kemaluannya !

Ki Sungsangdemenbinisingset matanya melotot . Napasnya nyaris terhenti. Kedua tangannya mendekap kemaluannya yang telah pecah oleh tendangan Gaharu Cindhe yang berisi tenaga dalam itu. Sebuah raungan membahana di hutan jati itu dan sang adipati berguling-guling ditanah sambil meregang nyawa. Sedang Gaharu Cindhe sendiri menyemburkan darah segar dari mulutnya. Segera dia duduk bersila dan mengumpulkan tenaga dalam untuk menyembuhkan kedua tangannya yang nyaris lumpuh itu. Bekas tangkisan mendera dan membuat garis besar membiru dikedua tangan Gaharu Cindhe. Tak lama kemudian Gaharu Cindhe dapat merasakan kedua tangannya kembali walaupun belum pulih seluruhnya. Sang adipati masih menggelepar dan meraung-raung kesakitan yang makin lama makin lemah. Gaharu Cindhe tak mau mengambil resiko. Tanpa merasa kasihan dia menendang golok patah dari si codet dan menendangnya keras-keras ke arah sang adipati. Golok patah itu meluncur deras dan menancap didada sang adipati.

Ki Sungsangdemenbinisingset si Adipati Pasuruan itu tewas mengenaskan di tangan Gaharu Cindhe seperti juga adiknya, Ki Waroktititbuntungseparuh.

Dengan tertatih dan menahan sakit , Gaharu Cindhe meninggalkan hutan jati itu . Senja mulai jatuh dan keremangan mulai menyelimuti hutan jati yang tampak angker bagi siapapun untuk berkeliaran saat itu. Gaharu Cindhe berusaha menghindari penduduk dan selalu melakukan perjalanan kala malam tiba. Dia tak ingin menarik perhatian apalagi dalam keadaan terluka yang cukup parah. Diam-diam Gaharu Cindhe mengutuk sang adipati yang telah melukainya dengan ilmu kanuragannya. Berbulan-bulan Gaharu Cindhe berusaha untuk mengobati dirinya sendiri dengan tenaga dalam seperti yang diajarkan oleh gurunya. Dan dalam perjalanannya itu Gaharu Cindhe akhirnya sampai di kerajaan Kediri.

Pada awalnya Gaharu Cindhe tinggal disebuah dusun terpencil yang masih masuk dalam wilayah kerajaan Kediri dibawah pemerintahan Raja Jayakatwang. Gaharu Cindhe memutuskan untuk tinggal sementara didusun terpencil itu sambil menyembuhkan luka dalamnya. Dia sama sekali tidak menyangka akan demikian hebatnya ilmu kanuragan Kuda Lumping Iblis Jingkrak Petangtangpetengteng, milik Adipati Pasuruan , Ki Sungsangdemenbinisingset . Namun Gaharu Cindhe juga merasa lega karna telah berhasil menyingkirkan penguasa Pasuruan yang telah menjadi momok bagi rakyatnya sendiri.

Suara kucing memecah keheningan malam. Hal itu menyadarkan Gaharu Cindhe dari lamunannya. Sebuah helaan napas panjang mengiringi desahannya. Pikirannya berkecamuk dan apapun keputusannya terhadap niat Adipati Limbarawa yaitu Ki Radiogunjangganjing Basri Hasan , yang pasti akan menimbulkan sebuah masalah baru bagi Sekar Kusumadewi, sang junjungan maupun dirinya sendiri. Haruskah masa lalu itu terulang kembali ? Desahnya diam-diam dalam hatinya. Wajah Gaharu Cindhe tampak agak sedih. Tak terasa malam kian melengut dan udara berhembus begitu dinginnya malam itu. Gaharu Cindhe beranjak dari duduknya dan melangkah menuju ke kamarnya . Cukuplah untuk malam ini, pikirnya.

Sedangan diatas wuwungan yang dingin dan berkabut, Sekar Kusumadewi sedang menekuri langit dan mencari bintang-bintang yang bersembunyi diantara awan. Tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya kalau cerita yang tersembunyi dalam hidupnya ternyata begitu rumit. Berkali-kali kepalanya menggeleng dan kadang airmata membasahi wajahnya yang cantik. Mengapa harus begini ? Kenapa bukan orang lain saja ? Dentaman demi dentaman menggedor hati dan benaknya.

“ Malam begitu temaram dan udara dingin menggerogoti tulang..Aaiih..kenapa wajah cantikmu itu tampak sedih ?” tiba-tiba saja ada sebuah suara merdu menukik dalam pendengaran Sekar Kusumadewi dan mengejutkannya.

“ Siapakah engkau hai kisanak ? Tak sopan mengintip orang ditengah malam buta dan memasuki kediaman orang lain..” tegur Sekar Kusumadewi dengan suara lirih dan suara yang diiringi dengan tenaga dalam itu menyeruak diantara kegelapan.

“ Aah..rupanya engkau berisi juga..” gumam suara itu lagi, “ Andaikan aku ini seorang pangeran, tentu engkau sudah kubawa pergi mengendarai awan...” suara itu kembali menggoda dan jelas terkekeh dengan suara lembutnya namun juga berisi tenaga dalam. Sekar Kusumadewi merasakannya.

“ Jangan bicara sembarangan..keluarlah dan perlihatkan siapa dirimu, supaya ketidak-sopanan ini bisa diluruskan..” jawab Sekar Kusumadewi sekenanya dan terus terang saja dia merasa malas melayani segala keisengan orang.

“ Aku takut engkau nanti jatuh cinta kepadaku, kalau aku sampai keluar dan menemuimu..” suara itu kembali menggoda dengan ringannya.

“ Hemm..ya sudah kalau engkau keberatan untuk memperlihatkan diri, toh tidak ada kepentingan dengan diriku..” jawab Sekar Kusumadewi meneruskan lamunan yang tadi sempat terpotong oleh suara tersebut.

“ Hihihihihihi...tampaknya engkau sedang patah hatikah ? Aiih...jangan terlalu gegabah untuk patah hati nanti engkau akan hidup sendiri selamanya..” goda suara itu lagi dan tak peduli dengan keengganan Sekar Kusumadewi.

“ Duuh..kamu jadi cerewet sekali seperti burung beo..” balas Sekar Kusumadewi mulai mengamati sekelilingnya dengan seksama. Tak ada yang bisa dilihatnya karna kegelapan telah menyelimuti daerah itu dan kabut amatlah tebal.

“ Hihihihi...wajahmu selalu murung dan itu akan membuat kecantikanmu menjadi pudar ditengah malam yang dingin seperti ini..” lanjut suara itu terkikik dan mengusik pendengaran, “ Mungkin seteguk arak akan membuat wajah murungmu itu menjadi berseri kembali, apalagi diikuti dengan sepotong ayam goreng yang masih hangat..” godanya lagi.

“ Aah, rupanya engkau lapar ? Makanya jangan gentayangan malam-malam begini “ umpat Sekar Kusumadewi tersenyum geli dalam hatinya.

“ Hiihihihihi...aku memang lapar sekali dan tak ingin sebenarnya mengusikmu. Entah apa yang memberatkan pikiranmu sehingga engkau masih menikmati malam yang basah dan dingin ini ?” jawab sang suara tak peduli.

“ Jangan menggodaku terus..kalau engkau lapar, turunlah dan perlihatkan siapa dirimu..mungkin akan kuberikan makanan untukmu supaya mulutmu tidak cerewet lagi yang seperti burung itu..” ujar Sekar Kusumadewi geli.

“ Tapi berjanjilah satu hal kepadaku..” jawab suara itu lagi, kali ini tidak diikuti suara tawanya, “ Jangan jatuh cinta kepadaku, ya...”

“ Hahahahahaha...engkau ini terlalu percaya diri. Lagi pula untuk apa aku jatuh cinta kepada sesama perempuan ?” tangkis Sekar Kusumadewi tertawa.

Suara itu kembali terkekeh geli dan tiba-tiba saja sebuah bayangan melesat dan berada didepan Sekar Kusumadewi. Ternyata dia adalah Cheng Yi Lin !

“ Yi Lin..! Sungguhkah ini engkau Yi Lin ?” seru Sekar Kusumadewi gembira melihat kenalan barunya tadi siang itu.

“ Hihihi..betul, ini aku Yi Lin. Namamu Sekar Kusumadewi , bukan ?” jawab Cheng Yi Lin tertawa senang. Keduanya berpelukan gembira.

“ Panggil aku Sekar, Yi Lin..” angguk Sekar senang sekali, “ Bagaimana dengan lukamu ? Sudah sembuhkah ? Perempuan tua itu siapa ?” tanya Sekar dengan antusiasnya. Hasratnya ingin tahu tentang Cheng Yi Lin melupakan kegalauan yang melanda hatinya.

“ Akan kuceritakan nanti, kalau engkau mau mengambilkan makanan untukku. Aku lapar sekali dan kamu juga harus makan..” jawab Cheng Yi Lin dengan nada senang karna bisa menemui Sekar Kusumadewi dalam kesepiannya.

“ Baiklah. Kamu tunggu sebentar disini, Yi Lin. Akan kuambilkan makanan untuk kita berdua..” angguk Sekar Kusumadewi segera beranjak dari duduknya dan kemudian menghilang kembali dibalik jendela besar kamarnya yang terbuka.

Cheng Yi Lin segera mengambil tempat duduk diwuwungan itu. Sesekali sinar bulan yang mulai muncul menyinari wajahnya yang masih sedikit pucat itu. Bagaimana Cheng Yi Lin sampai berkeliaran ditempat itu ? Bukankah dia sedang memulihkan luka yang dideritanya ketika bertarung dengan Hek San Kui ( Hantu Gunung Hitam ) Jau Tak Gai ( Jo toughguy ) dan Tan Shien Lie dari marga Tan dipantai utara Simongan yang mengincar Cemeti Lengkingan Naga miliknya. Bukankah Cheng Yi Lin sedang berada bersama bibi gurunya Cui-Beng-Nio-Cu ( Wanita Iblis Pencabut Nyawa ) Cheng Yue Lin dikediamannya di dusun Darum atau Desa Candi dimana ada Gedong Songo ( bangunan sembilan ) didekatnya ?

Rupanya Cheng Yi Lin merasa bosan karna ditinggal sendirian oleh bibi gurunya yang sedang bermeditasi untuk menyempurnakan Cemeti Lengkingan Naga yang dibuat oleh gurunya Ang-I-Nio-Cu ( Dewi Selendang Merah ) Cheng Yin Fei sebelum kematian datang menjemputnya setelah bertarung dengan Nyi Pandera Wirogeni dari riungan gunung Kidul beberapa waktu yang lalu. Tempat itu asing baginya dan timbul keinginan Cheng Yi Lin untuk menikmati udara dingin itu sekalipun malam telah bersurai. Jarak yang tak begitu jauh dengan kediaman Sekar Kusumadewi yang berada didesa Ngampin terletak paling barat wilayah Kadipaten Limbarawa, berbatasan dengan Kadipaten Jambu . Sebenarnya Cheng Yi Lin sendiri tidak tahu bahwa rumah besar yang dikelilingi pagar tinggi itu adalah tempat tinggal Sekar Kusumadewi. Rasa isengnya membuat dia melompat naik diatas sebuah pohon besar yang letaknya berdekatan dengan agar tinggi itu dan melihat keberadaan Sekar Kusumadewi yang sedang melamun diatas wuwungan tersebut. Entah mengapa dia jadi iseng untuk menggoda perempuan yang tampak bersedih itu dan rupanya nasib telah mempertemukan Cheng Yi Lin dengan teman barunya itu.

Tak berapa lama kemudian Sekar Kusumadewi muncul lagi dan membawa sebesek makanan dengan dua kendi yang berisi arak dan air putih serta dua buah mangkuk kecil yang biasa digunakan untuk minum.

“ Hayuu... Yi Lin. Kita makan saja dari pada kedinginan disini..” ajak Sekar dengan gembiranya. 

“ Hihihihi..wah, lengkap juga didapurmu itu, Sekar..” angguk Cheng Yi Lin tertawa, “ Aku sungguh lapar. Aku kalau malam selalu kelaparan..” lanjutnya tanpa sungkan segera mengambil sepotong paha ayam goreng dan mengunyah dengan lahap. Demikian juga hal dengan Sekar Kusumadewi yang terbawa oleh rasa gembira dan membuang jauh-jauh rasa gundahnya tadi.

“ Bagaimana dengan tempat tinggalmu dulu , Yi Lin ?” tanya Sekar Kusumadewi ingin tahu lebih lanjut mengenai teman barunya itu.

“ Aku dan guruku tinggal dalam hutan larangan. Kami tinggal disebuah pondok kayu dan guruku sangat pandai memasak biarpun hanya dengan bumbu sederhana..” jawab Yi Lin sambil menceritakan saat-saat indah bersama gurunya itu.

Sekar Kusumadewi mendengarkan cerita Cheng Yi Lin dengan sedikit rasa iri namun dia senang karna bisa lebih mengenal Cheng Yi Lin yang sejak awal dikaguminya. Kadang Sekar Kusumadewi juga merasa sedih dengan kisah hidup Cheng Yi Lin yang telah kehilangan seluruh keluarganya itu. Diam-diam Sekar Kusumadewi ingin sekali Cheng Yi Lin menjadi saudara angkatnya dan dia segera akrab dengan Yi Lin yang awalnya sangat tertutup itu.

“ Kisahmu sangat menyentuh , Yi Lin..” ucap Sekar kemudian, “ Jangan takut dan kalau engkau perlu teman, datanglah kesini dan engkau boleh menginap disini..” ajak Sekar tersenyum.

“ Terima kasih, Sekar. Kamu sangat baik..” angguk Cheng Yi Lin tersenyum,” Hanya sayang lukaku belumlah sembuh sepenuhnya dan aku masih harus belajar lagi dari bibi guruku. Aku tak ingin mengecewakan pesan guru yang sudah kuanggap sebagai ibuku itu..” lanjutnya pelan.

“ Tapi kalau ada kesempatan, pasti aku akan datang kesini dan mencarimu..” ucap Cheng Yi Lin kemudian, “ Dan kalau engkau bosan dirumah, engkau boleh mengunjungiku di desa Darum sana..” 

“ Baiklah, Yi Lin. Kurasa kita akan jadi sahabat baik..” angguk Sekar tersenyum dan kehadiran Cheng Yi Lin seperti mengangkat beban pikirannya. Sekar agak iri dengan jalan pikiran Cheng Yi Lin yang sederhana dan selalu percaya diri itu. Padahal usianya masih dibawah Sekar sendiri.

Cheng Yi Li hanya mengangguk sambil tersenyum dan sibuk mengunyah makanannya. Sesekali dia meneguk arak beras itu tanpa terpengaruh sedikitpun. Sekar pun mengikuti Cheng Yi Lin dan minum juga beberapa teguk. Seketika badannya terasa hangat dan makin betah mereka bicara diatas wuwungan yang dingin itu.

Keduanya merasa cocok dan terus saling bertukar cerita sampai akhirnya malam akan segera berganti waktu. Cheng Yi Lin sadar dia harus kembali ke pondok bibi gurunya sebelum fajar. 

“ Aku harus kembali ke pondok bibi guruku, Sekar..” katanya kemudian.

“ Ah, kenapa engkau tidak menginap saja disini Yi Lin ?” tanya Sekar Kusumadewi sedikit merasa kehilangan sahabatnya itu.

“ Aku ingin sekali, Sekar..tapi aku tadi keluar tanpa minta ijin karna bibi guruku sedang meditasi..” geleng Cheng Yi Lin sambil menggenggam tangan Sekar dan rasanya memang tak ingin mengakhiri kegembiraan mereka.

“ Ini sudah menjelang fajar, jalanan akan sangat gelap Yi Lin..” kata Sekar agak sedikit khawatir.

“ Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa waktu tinggal di hutan larangan..” jawab Cheng Yi Lin tertawa kecil , “ Engkau harus istirahat, Sekar..tak baik terus memikirkan masalahmu. Lebih baik engkau hadapi saja..”

“ Terima kasih, Yi Lin. Kini aku lebih lega sejak kehadiranmu tadi itu. Aku senang kita bisa bersahabat dan kalau ada waktu kita bisa bicara lagi sambil makan disini..” angguk Sekar tersenyum manis.

“ Aku juga senang bisa seperti ini. Baiklah, aku kembali sekarang..” kata Yi Lin sambil memeluk Sekar Kusumadewi .

Dengan satu lentingan tubuh ramping milik Cheng Yi Lin menghilang dalam gelap dan wuwungan itu kembali senyap oleh dinginnya hembusan udara dan kabut. Sekar Kusumadewi pun segera beranjak dan kembali ke dalam kamarnya. Pikirannya lebih tenang sekarang dan rasa gembira bertemu lagi dengan Cheng Yi Lin membuatnya tak begitu ambil pusing dengan statusnya sekarang.

Namun Sekar Kusumadewi sama sekali tidak memperkirakan bahwa beberapa pasang mata tampak memperhatikan saat keduanya asyik berbincang-bincang diatas wuwungan itu. Memang agak sulit mengetahui kehadiran mereka , disamping gelap dan pakaian mereka juga gelap, jarak antara pohon dimana mereka sembunyi agak jauh dengan wuwungan tersebut. Ada tiga orang yang bersembunyi dibeberapa pohon dan mereka diam sampai kedua perempuan yang mereka intai menghilang dari wuwungan rumah itu. Satu isyarat membuat ketiganya segera berkumpul pada satu batang pohon yang paling besar. Kepandaian ketiga orang itu cukup tinggi sehingga segala gerakan mereka tidak menimbulkan bunyi berarti. Sekilasan sinar bulan menyorot ke arah wajah mereka dan ikat kepala itu mengatakan sesuatu. Mereka semua memakai sebuah ikat kepala yang bergambar macan tutul bertaring besar dan berwarna merah kekuningan. Mereka adalah para Laskar Segara Ireng !

Ada apa Laskar Segara Ireng mengawasi kediaman Gaharu Cindhe ? Mungkinkah ini berhubungan dengan surat yang dikirimkan Adipati Limbarawa yaitu Ki Radiogunjangganjing Basri Hasan ? Ketiga orang itu berbisik-bisik sebelum melesat turun dari pohon besar itu dan berlari kencang tanpa menimbulkan suara kearah menghilangnya Cheng Yi Lin. Mereka terus berlari seakan berlomba untuk mendapatkan Cheng Yi Lin terlebih dahulu. Kegelapan malam sangat membantu mereka yang sudah sangat trampil bergerak kala malam hari.

Sepeminum teh kemudian mereka melihat Cheng Yi Lin yang kelihatan sedang melangkah namun memiliki kecepatan mengagumkan. Itulah ilmu meringankan tubuh yang diajarkan gurunya Ang-I-Nio-Cu Cheng Yin Fei. Sampai ketiganya terengah-engah dan nyaris kehabisan napas, tetap tidak bisa mendekatkan diri dengan buruan mereka. Akhirnya mereka bertiga berhenti dan menyerah untuk mengejar Cheng Yi Lin. Ketiganya segera mengatur napas dan saling menatap satu sama lain.

“ Hebat sekali perempuan muda itu. Siapakah dia ?” gumam salah seorang diantara nya yang berkumis tipis dan rambutnya diikat tali rami.

“ Entahlah. Aku belum pernah bertemu dengan seorang perempuan yang punya ilmu meringankan tubuh seperti ini..” geleng seorang lagi yang hidungnya pesek.

“ Mungkinkah dia anggota keluarga marga Tan di pantai utara Simongan sana ?” lanjut yang terakhir mengerutkan keningnya . Orang ini berwajah hitam dan badannya besar.

Ketiganya tak bisa menjawab pertanyaan yang mereka lontarkan. Dengan susah payah mereka berusaha menenangkan napas mereka yang tersengal.

“ Siapakah kalian ini dan apa mau kalian mengikuti aku ?” tiba-tiba terdengar sebuah suara bernada dingin dan mengejutkan mereka seperti halilintar.

Ketiga Laskar Segara Ireng itu nyaris terjengkang saking kagetnya. Bagaimana mereka sampai begitu lengah dan tidak mengetahui kedatangan suara itu ? Mereka menatap kepada Cheng Yi Lin yang sedang berkacak pinggang menatap tajam kepada mereka dibawah siraman sinar rembulan. Mereka tercengang melihat kecantikan perempuan yang masih sangat muda itu. Diam-diam mereka mengeluh.

Cheng Yi Lin menatap ketiga orang yang terkejut melihat kedatangannya yang tiba-tiba itu. Dia sengaja melakukan itu ketika melihat mereka berlari mengejarnya dan menanti mereka nyaris kehabisan napas. Cheng Yi Lin sangat yakin mereka takkan bisa menandingi ilmu berlari diatas rumput miliknya dan hal itu ternyata benar. Matanya tajam menatap kepada ikat kepala yang tampak mencolok itu. Namun sayang Cheng Yi Lin kurang pengalaman dan dia tidak mengetahui bahwa mereka adalah Laskar Segara Ireng yang selalu menjadi bawahan pihak kerajaan Majapahit dalam menuntaskan aksinya.

“ Kami adalah Laskar Segara Ireng..” jawab si hidung pesek setelah napasnya mulai teratur, “ Siapakah engkau dan mengapa melakukan perjalanan malam- malam begini ?” tanyanya kemudian.

“ Hehh...aku tidak mengenal kalian atau perkumpulan kalian..” jawab Cheng Yi Lin sinis, “ Yang kutanyakan mengapa kalian mengejar aku ?”

“ Apa tujuanmu mendatangi rumah keluarga Gaharu Cindhe malam-malam begini ?” si muka hitam malah balik membentak.

“ Katakan siapa namamu, mungkin kami akan mempertimbangkan untuk mengampuni engkau..!” lanjut si kumis tipis berusaha memperlihatkan kegarangannya.

Cheng Yi Lin tertawa. Suaranya merdu namun amat menyeramkan ditengah malam dan gelap seperti itu.

“ Kalian ini cuma kutu busuk pencari masalah..!” bentaknya mendesis sambil melangkah dan langsung menyerang dengan kibasan selendang merah milik gurunya. Selendang itu meliuk-liuk dan menukik tajam dengan hentakan yang dipenuhi tenaga dalam. Ketiga anggota Laskar Segara Ireng itu tampak kecut dan mati- matian mengerahkan tenaga untuk menangkis serangan tersebut.

Apa yang akan terjadi kemudian ? Tunggu sambungannya ya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar